Hinandra
6 min readDec 2, 2024

ngomong serius tapi ciuman. 🔞

content warning // yaoi, dead dove: do not eat, incest (kakak x adik), brocon, denial, kissing, grepe-grepe, coli. be wise, mdni!

Kakak adik itu udah duduk, Hiro duduk di sofa, Mika dudukin Hiro.

Bukan Hiro yang suruh tapi Mika yang maksa, katanya, “aku duduk disini, biar kakak berat dan gak bisa lari,” gitu ya.

Hiro menghela nafas, pasrah.

‘HARUS BANGET APA DUDUKNYA DISITU, NENG?! APA GAK KASIAN SAMA MENTAL KAKAK LO INI?!’

Riuh si Hiro dalam hati dan pikiran nya. Tapi Mika duduk tenang di pangkuan, gak bergerak dan hanya menatap Hiro dengan ekspresi yang imut dan lucu (selalu).

Bagi Hiro, seluruh manusia di bumi ini mirip ondel-ondel, cuma Mika yang cakep, bening, cantik, manis, imut, byutipul.

Karena itu saat ini Hiro lagi berusaha memadamkan jedag-jedug berisik di hatinya, saking keras detak jantungnya sampai bikin Hiro sesak nafas, mukanya merah, dinotis sama Mika.

Dug!

“Nggak demam?” ucap Mika setelah cross the line guna menempelkan keningnya pada sang kakak yang terkejut, tersentak, termenung sambil pegangi dadanya.

‘GUE PIKIR GUE BAKAL MATI?!’

Tetapi nyatanya, keberadaan Mika memperlihatkan seberapa hidup Hiro saat ini, mengingat detak jantungnya yang kencang membuat darah mengalir deras sekujur tubuhnya, keringat basahi pelipis, hidungnya bersentuh dengan milik Mika.

“Tangan kakak dingin banget, laper ya?”

‘LAPER??? KATA DIA??? LAPER??? GUE NERVOUS BRENGSEK, GUE BEGINI GARA-GARA LO, MIKA!!!’

Kedua tangan Hiro dibawa ke wajah Mika yang merona samar tapi manis, ekspresi polosnya membuat Hiro pengen menangis dan tertawa lalu teriakan segala isi hati dan pikiran nya.

“A—anu… Mika.”

“Kakak udah mikirin ini dan pengen denger dari kamu dulu.”

“Kenapa…”

Hiro menatap Mika yang seakan mengunci atensinya dengan sihir dari betapa cemerlang binar mata sang adik kala balas pandangi dirinya. Sesuatu dalam tubuh Hiro bergejolak, perutnya serasa diaduk-aduk, isi kepalanya jadi rancu dan hatinya seakan diremas-remas kuat.

“Uhm?” gumam Mika saat Hiro gak kunjung lanjutkan kalimatnya.

‘Sejak kapan gue sepengecut ini jadi manusia? kenapa gue gak bisa padahal cuma harus ngomong aja?! sialan, gue pengen banting anak ini dan teriakin depan muka dia, GUE—’

“Kak Hiro…” panggil Mika dengan lembut.

Seakan tetesan air membuat gelombang pada permukaan hampa dari pikiran Hiro sebelumnya. Membuat dia tersentak lalu sadar sama niat awal.

“Kenapa kamu… nembak Kakak?”

“Kamu tau ‘kan kalau kita gak boleh saling mencintai karena kita ini bersaudara?”

Mika mengangguk, gak terduga, “aku tau, tapi kalo aku udah terlanjur cinta mau gimana? aku maunya deket sama kakak terus, aku mau disayang-sayang terus, memang apa salahnya? orang dewasa bilang cinta itu ‘kebebasan’ jadi, ya, gak peduli kak Hiro itu kakak aku,” ujarnya dengan tenang tapi salting.

“Aku cuma bisa secinta ini sama kakak.” Tambahnya final.

Jantung Hiro berdisko, matanya terpejam saat kepalanya berdenyut, tubuhnya panas dan tiba-tiba jadi makin gerah, tiap kata yang dia dengar dari mulut Mika terngiang-ngiang sampai rasanya memekak di telinga, makin dirasain makin gak bisa ditahan, Hiro pikir tubuhnya bakal meledak, tapi waktu dia sadar, Mika sudah berada dalam rengkuhan erat kedua lengannya yang juga meremas pinggang ramping sang adik.

“Kak…”

“Hiro…”

“Kak… Hiro…”

pukpuk!

“Kak Hiro… itu terlalu erat!”

Tink!

Seolah terdengar lonceng yang menyalakan kembali kesadarannya nya. Hiro buka mata dan hidungnya sedang mengusal di dada Mika.

Adiknya tampak khawatir, “kakak kenapa?” ujarnya, tangkup wajah Hiro yang merah merona, nafasnya berat hingga susah bersuara, yang ada cuma geraman yang coba ditahan.

“Mika…” ujarnya dengan suara yang berat.

Hiro kembali bawa punggungnya menempel ke sandaran sofa, lalu tarik tengkuk Mika untuk ambil ciuman, dibuatnya terkejut sang adik, tapi wajah meron itu disusul dengan mata yang terpejam kala Hiro menjilat bibirnya yang terkatup, seolah jadi isyarat untuk meminta supaya Mika beri ruang lebih dalam, melesak lidah Hiro, membelit milik Mika yang dibuat melenguh karenanya, tangan Mika yang bertengger di bahu Hiro merambat ke belakang berakhir mengalung disana.

“Eumnghhh…”

“Anhh… heumph…”

“Heu—eunnhh…”

Hiro begitu menikmati tiap lenguhan yang dia dengar, seolah semua bentuk frustrasi nya selama ini didorong keluar oleh merdunya suara dari mulut Mika yang sedang dijamahnya penuh nafsu.

‘Ahh… gue keras, gue gak tahan.’

‘Gue pengen sentuh Mika… ahh… kulitnya halus… aromanya… lembut, Mika…’

Ciuman yang makin dalam bikin Hiro gak sadar kalau dia lagi grepe-grepe badan Mika, nekan tengkuk anak itu buat maksa isep lidah dan lumat bibirnya bergantian, bikin Mika kelabakan buat imbangi ciuman sang kakak, tubuhnya kerasa geli saat tangan dingin Hiro mengelus kulit punggungnya.

Brugh!

“Aumhh… nhh… heumph…”

Tubuh Mika rebah di sofa, air matanya menetes tanpa ada yang sadar. Suhu tubuhnya berpadu dengan suhu tubuh Hiro yang panas, kakaknya ada di atas dia, dengan tangan yang perlahan menggrepe ke depan tubuhnya, mengelus pinggang lalu naik ke dada dan — gyatt!

“Eumph!”

Mata Mika sontak terbula, alisnya berkerut dan wajahnya tampak enggan kala Hiro menarik diri dan sadar sepenuhnya dengan keadaan mereka, melihat baju Mika yang tersingkap perlihatkan dadanya, wajah sedih dan kacau yang sudah pasti disebabkan oleh Hiro yang kelepasan, bibir bengkak, nafas yang berantakan, juga air mata yang jatuh dari sudut netra kucing si princess.

“Mi—mika…”

Hiro menarik diri, menjauh dari Mika yang tersentak dan bangkit, tahan pergelangan tangan sang kakak yang hendak berlalu.

“Kak!”

“Kita lanjutin bicara nanti, ya? sekarang kakak harus tenangin diri dulu.”

Saat itu, untuk pertama kalinya Hiro menepis tangan Adiknya. Berlalu tinggalkan Mika yang ingin kejar tapi gagal karena Hiro gak menoleh ke belakang sama sekali.

Untuk pertama kalinya, Mika merasakan sakit dihatinya karena Hiro yang pergi meninggalkan nya.

“Kak Hiro…”

Hiro merosot dengan punggung bersandar di pintu kamar yang udah dia kunci. Matanya terpejam, tapi tangannya lekas buka kancing celana, bebaskan anakonda yang ingin memangsa, tapi sayangnya kali ini Hiro harus berjuang sendiri menjinakkannya. Tangan dingin miliknya mencengkram batang keras itu, terasa begitu panas dan membuatnya sesak, nafasnya berat, membuatnya semakin ingin ‘keluar’ dan bebas dari siksaan yang mencekik jiwanya ini.

“Aku minta maaf.”

Suara Mika terdengar dari luar, lalu pintu seolah berisyarat kalau adiknya juga sedang bersandar dibalik sana.

“Kakak pernah bilang kalau kita baru bisa nyatain cinta kalau udah 17 tahun.”

Deg!

“Makanya, dari kecil aku selalu nahan diri sampai akhirnya aku bisa nyatain cinta aku ke kakak.”

Hiro baru inget pernah bilang begitu ke Mika waktu dulu, saat Mika bertanya soal orang kasmaran, waktu itu Mika umur 11 dan Hiro 18. Dengan bahasa sederhana nya, Hiro bilang kaya gitu dan sekarang sadar kalau dia juga yang bikin Mika begini.

“Kakak selalu puji masakan Mama, aku juga mau, jadi aku belajar masak supaya kakak juga puji aku.”

“Kakak suka musik, jadi aku belajar gitar karena aku pengen kakak dengerin musikku.”

“Aku suka tanding basket sama kakak, meskipun aku selalu kalah, tapi itu artinya kakak keren banget.”

“Waktu aku dibully karena kita gak punya Ayah, kakak selalu dateng dan marahin orang-orang yang bully aku, kakak selalu jagain aku kaya Pahlawan.”

“Waktu kakak muji masakanku, dengerin musikku, ngalahin aku tiap kali main basket, dan selalu jadi Pahlawan buat aku, perasaan ku jadi makin besar sampai aku pasti akan mati kalau kakak menghilang.”

“I love you, My Hero.”

~

“MGGGH!!” Di balik pintu, Hiro mati-matian menahan desahannya saat spermanya muncrat, bersama darah yang mengalir dari luka di telapak tangan yang dia gigit, air matanya mengalir sama deras, Hiro benar-benar diacak-acak sama Mika, gak seperti wacana randomnya diawal dimana Hiro pikir dirinya lah yang akan mengacak-acak Mika.

“Mika.” Ucap Hiro dengan suara super lelah dan lirih.

“Uhm?” jawab Mika, sandarkan kepala ke pintu, bersyukur Hiro denger semua yang dia omongin.

“Kamu masak dulu sana, kakak mau mandi dulu, habis itu kita makan malam sama-sama.”

Mika tersenyum dan mengangguk meski Hiro gak liat.

“Iya!” serunya riang dan berlalu ke dapur.

Ninggalin Hiro yang natap punggung tangannya yang berdarah, “gimana ini? gue suka banget sama dia, sialan,” katanya.

— to be continued.

Hinandra’s property.

No responses yet