marrying 22 years old baby — peter pan syndrome.
ini adalah hari dimana mereka dipertemukan untuk pertama kali, sebelum pernikahan pekan depan.
pemuda dari kasta tingkat dua, yang terpilih entah lewat jalur apa untuk menikahi seorang pangeran mahkota.
seharusnya memang berbahagia.
tapi siapa yang akan bahagia saat pangerannya sebentuk pria dewasa dengan pikiran bocah lima?
ethan lee, pria dengan rambut ungu itu melambai padanya, berjingkrak girang seolah mendapat teman bermain baru, benar kekanak-kanakan, “hello, kak jay!” sapanya ceria.
jangan lupakan sepasang aksa buatnya alirkan binar persahabatan yang lembut dan senyum yang menambah elok paras sang pangeran.
tapi tetap saja, pesona itu membuat ia, jay park meringis, bagaimana ethan bisa begitu melenceng dari bagaimana dia tumbuh dengan caranya berpikir.
“hello, pangeran.”
dan tentu saja, bahkan jay lebih muda dari pria bayi di depannya ini.
“panggil saja ethan, aku lebih suka mendengar itu daripada pangeran.”
“tapi itu tidak sopan, pangeran.”
“tidak-tidak, kak jay ‘kan akan menikah denganku, jadi tidak usah panggil pangeran, seperti ayah dan ibu, mereka panggil satu sama lain dengan sebutan ‘sayang,’ atau terkadang, ‘suamiku,’ ‘istriku,’ begitu,” ujar ethan penuh gebu.
disaat jay sedang mengulang waktu dalam ingatannya, bagaimana ia bisa menerima begitu saja saat dikatakannya ia akan menikahi seorang pangeran tanpa berpikir bahwa ethan ini… mengidap sindrom peter pan.
“pangeran…”
“heyyy…”
ethan merengek, bibirnya mengerucut, buat wajah kesal pada jay yang tak menurutinya.
“kau bahkan satu tahun lebih tua dariku, pangeran.” ujar jay, masih kukuh dengan kesopanannya.
namun ethan semakin kesal, hingga marahnya berubah jadi air mata, buat jay panik saat sang pangeran hendak buka mulutnya, siap meneriakkan kekesalan.
“AA—”
“baiklah! baik, ethan… maafkan aku, jangan menangis, kumohon…”
jay mengatupkan kedua tangan di depan dada, ethan yang niatnya berteriak disela masih kerucutkan bibirnya, tatap sebal pada jay yang pandang melas padanya.
“kak jay tidak asik.” katanya.
“maaf…” jay lirih, menunduk dalam.
“berhentilah bersikap seperti pembantu, kau ‘kan temanku.”
jay mengangkat pandangannya, “teman?” ujarnya bernada tanya.
ethan mengangguk, “tentu saja, guru ku bilang, menikah itu menambah relasi, kau adalah rekanku mulai hari ini, kak jay.” katanya.
jay terdiam, harus bagaimana ia menjelaskan pada sang pangeran?
atau lebih baik diam saja?
tapi, apa jay akan benar-benar menikahi ethan?
“kenapa diam?”
“kak jay tidak suka aku ya?”
“bu-bukan, tidak seperti itu, maafkan aku.”
“lalu kenapa diam saja?”
wajah itu benar-benar buat jay bingung harus beri reaksi macam apa, sepasang mata ethan beri binar polosnya, bahkan kedua tangan sang pangeran bermain-main di atas meja kaca yang buat jay bisa lihat bagaimana kedua kaki ethan seringkali bergerak-gerak tidak bisa diam, benar-benar bukan manner seorang pria dewasa yang merupakan seorang pangeran dan putra mahkota.
jay harus apa?
“dan kak jay diam lagi.”
“ah…” jay kehabisan kata-kata, “maafkan aku.”
bibir ethan kembali bentuk kerucut, alis mengkerut implementasi kekesalannya.
“apa kau juga akan mengadu pada ibumu setelah ini?”
“iya?” tanya jay yang tak mengerti maksud tanya sang pangeran.
ethan buang muka, jay tau betul ia meraut sedih, wajahnya tak bisa tutupi kesenduan itu.
“banyak yang datang untuk menikah denganku, tetapi kemudian mereka semua mengadu pada ibu mereka dan tidak jadi menikah karena tidak suka aku.”
jujur, jay sedih.
bukan karena bagaimana kesenduan ethan, tapi perihal takdirnya, sebab jay sadar betapa lemah hatinya, ia tak akan bisa menolak nantinya.
“kak jay juga tidak suka aku ‘kan?”
“aku suka kamu, ethan.”
jay menelan ludah berat saat katakan itu, harap-harap ethan akan percaya.
“aku tak percaya, orang dewasa suka berbohong, awalnya bilang suka, akhirnya pergi juga.” ungkap ethan dengan nada kecewa.
tapi, ingin jay katakan bahwa, ‘kau juga orang dewasa, ethan,’ tapi tertahan, entahlah, jay mulai tidak tau harus bagaimana lagi untuk harinya ini.
“aku tidak akan pergi.”
“janji?”
jay menggeleng, buat pandangan ethan penuh tanya.
“kenapa?”
“kak jay tidak sungguh-sungguh ya?”
jay ingin menangis karena sedih dan gemas disatu waktu, bagaimana bisa ethan bicara dengan aksen bocah lima dengan wujud pria dewasa seperti ini?
hidup jay terasa sedikit horror.
“ethan.”
“ya?”
jay berusaha, walau setelah ini minimal jay akan menenggelamkan diri di dalam kolam selama merutuki diri.
“aku suka kamu, aku tidak berbohong, aku tidak akan pergi dan kita akan menikah.”
ethan diam, sebab wajah serius jay buatnya terpesona, ethan rasakan jantungnya ribut, hingga alisnya berkerut, wajahnya merona.
“aku tidak bisa berjanji karena kau tau, ethan? bahkan tupai saja bisa jatuh sepandai apapun ia melompat, aku bisa saja berjanji tapi belum tentu aku tidak akan ingkar.”
“kamu tidak yakin.” kata ethan.
“memang, sebab aku bukan cenayang, aku tidak bisa lihat masa depan, bisaku hanya berusaha.” jawab jay dengan lugas.
“berusaha?” tanya ethan dengan raut polosnya.
jay mengangguk, “berusaha untuk tidak pergi, aku akan jadi orang dewasa yang tidak suka berbohong, untukmu.” katanya.
“dan kamu tidak bisa berjanji?” tanya ethan.
“iya.”
“tapi kamu akan berusaha ‘kan?”
jay senyum, sekali lagi buat ethan berdebar.
“ah, bagaimana ini?”
“ada apa?”
jay panik kala ethan menekan bagian dadanya, buat ekspresi ketakutan tatap jay yang terbawa suasana.
“dadamu sakit?”
ethan mengangguk dengan tatapan melas.
“jantungku ribut saat melihatmu tersenyum.”
jay mungkin akan muntah atau menampar ethan jika saja kondisinya dia tidak hidup dengan sindrom peter pan itu, namun sayangnya yang sedang bicara ini adalah ethan, si pria bayi 22 tahun.
“uwah!” pekik ethan heboh.
“ada apa?!” tanya jay, panik saat ethan memekik tiba-tiba.
“kak jay cantik, aku sudah suka.” kata ethan.
sekali lagi jay dibuatnya kehabisan kata.
“kata ibuku, kalau sudah suka, bisa menikah.”
semudah itu ya?
“kak jay, sudah suka aku atau belum?”
“ah, kak jay bilang suka aku.”
mandiri sekali, tanya sendiri, jawab sendiri. benar-benar bayi.
“aku tidak sabar.” kata ethan.
“untuk…?” tanya jay.
“menikah denganmu.”
“nanti aku punya teman bermain lempar cakram.”
“atau bermain puzzle, menggambar dan oh! tentu saja, kita bisa camping di belakang istana!”
dan ya, sekarang jay tau kenapa Peter Pan tak ingin tumbuh dewasa.
sebab, inilah mendewasa versi jay. harus menikahi seorang dengan pikiran bocah lima yang terperangkap di tubuh pria dewasa.
sang pangeran mahkota, ethan lee.