Hinandra
4 min readNov 9, 2024

layu sebelum bersemi.

Berhasil.

Proposal yang dikerjakan Jay berhasil dan sempurna. Satu kantor mengapresiasi dirinya, semalam Jay dan semua orang pergi ke bar dan makan malam bersama, minum-minum sedikit dan yang paling happy adalah Jay dianter pulang sama Heeseung. Kali ini naik mobil mahal sang atasan. Itu yang bikin Jay ngerasa sesuatu banget, ditambah euphoria habis goalin projek besar, setengah mabuk, bersama Heeseung sepanjang jalan menuju apartemen.

Semalam Jay tidur nyenyak dan bermimpi indah, menikah sama Heeseung. Mimpi yang entah bagaimana berhasil membuat Jay menerima perasaan di hatinya dan berniat untuk confess ke Heeseung gak peduli Heeseung planga-plongo bodoh karena gak paham romansa, Jay akan membuatnya mengerti dengan caranya sendiri. Jay masih terus termotivasi oleh buket bunga lili oranye yang diberikan Heeseung. Yang siapa sangka bisa memberikan dampak yang sangat luar biasa pada hidup Jay.

Walaupun kebencian nya terhadap sang atasan masih ada, yang namanya kenangan buruk gak akan pernah bisa diubah jadi baik. Tapi sekarang adalah sekarang, Jay sudah kepalang suka sama Heeseung setelah dipertunjukkan sisi yang berbeda dari sang atasan, maka Jay pasti akan datang dan gak membiarkan Heeseung terus menunggu.

Kedua tangannya bertaut gemas di dada, sambil berjalan riang menuju dapur kantor, katanya si boss ada disitu, mandiri dia sekarang udah bisa bikin kopinya sendiri.

‘Gue bisa bayangin wajah dia yang lempeng itu jadi makin planga-plongo waktu gue tembak dia nanti! tapi gue gak akan biarin dia ngeliat gue yang bucin gila, gue bakal tetep kasih liat gue yang kuat dan lugas dalam mencintai dia, mengingat sifat dia yang kaya begitu, gue masih punya dendam yang harus di — ’

“Eh, jahat gila, itu perasaan orang kalo jadi serius ke arah sono gimana, Seung?”

“Urusan dia.”

Jay langsung terpaku, kedua kakinya berhenti bergerak tepat saat suara itu terdengar, Jay taunya dia itu temennya Heeseung. Mereka udah bareng sejak jaman SMA. Telinga Jay langsung siaga di balik dinding, dia yakin balasan singkat itu suara Heeseung.

“Gue pikir akhirnya lo bener-bener jatuh cinta, Heeseung. Udah tua, hey! kita udah kepala tiga, anak gue hampir dua, lo masih sendirian aja. Semua orang bilang sikap lo ke Jay akhirnya melembut, gue pikir lo suka anak itu, beberapa kali gue liat kalian kerja bareng di satu ruangan yang sama, yang jelas gue tau itu gak pernah lo lakuin sama siapapun sebelumnya karena lo gak bisa fokus kalau gak sendirian.”

“Itu karena dia yang entah kenapa bisa fokus kalau kerja sama gue.” Balas Heeseung pada temannya, dengan bahasa yang lebih santai dari biasanya. Pertama kali Jay denger Heeseung ngomong begini.

“Sedih gue buat dia,” ucap temennya Heeseung.

“Tapi apapun itu, terserah lo deh. Lo atur aja sendiri hidup lo itu,” imbuh sang teman.

“Gue cuma mau dia kerja yang bener, udah itu aja, gue pikir dengan lebih perhatian bisa bikin dia jadi lebih tenang, dan ya emang berhasil, soal dia yang begini dan begitu, itu di luar urusan gue, kita cuma kerja, gak lebih dari itu.”

“Heeseung.” Tegur sang sobat, jengah sendiri kayanya.

“Kita cuma atasan dan bawahan, semua yang kita lakukan di kantor itu untuk urusan pekerjaan dan gak akan pernah lebih dari itu.”

“Tunggu, gimana soal perasaan lo sendiri? lo bener-bener gak ngerasa tertarik sama sekali sama dia?” ujar teman Heeseung, menahannya sejenak.

“Gue gak suka orang yang lebih milih dengerin perasaan daripada logika, nyusahin.”

“Haha, brengsek.”

Tawa renyah dan garing Jay disusul sedotan ingus, lalu Jay kembali membasuh wajahnya, matanya merah, cermin restroom kantor kalo punya mulut pasti bakal ngakak ngetawain nasib Jay yang ibarat bunga, layu sebelum bersemi.

Bisa dibilang Jay gregetan banget saat ini, bibirnya sampai berdarah karena dia gigitin, gimana ya, Jay udah nebak perjalanan cintanya kali ini pasti bakal gradakan banget, tapi gak tau kalau halangan nya adalah sikap brengsek orang yang dia cintai. Fuck cinta, pada nyatanya, Jay memang harus mawas diri, bukan bersabar apalagi berlarut dalam kegalauan.

Heeseung gak salah dengan segala macam sifat bangsat nya, dia terlahir memang sudah seperti itu. Jay juga gak salah punya hati yang lembut macam kembang tahu, makanya saat marah pun ujung-ujungnya malah menangis. Tapi Heeseung tetap jadi Heeseung yang realistis. Semua yang dia omongin itu benar adanya. Jay gak bisa ngelak kenyataan kalau apa yang dilakukan di kantor ya memang seharusnya untuk urusan pekerjaan, gak boleh lebih, gak boleh kurang.

Tapi petunjuk terakhir membuat Jay menelan semua sesak dan merengkuh sakit hatinya.

“Gue udah muak banget ya, Lee Heeseung, gue bersumpah bakal ambil seluruh sisa hidup lo untuk balas dendam dengan cara gue sendiri, lo orang yang bikin gue percaya diri, sekarang giliran lo yang gue bikin tau diri.”

— to be continued.

Hinandra’s property.

No responses yet