Last night.
Heeseung menatap layar ponsel Jay yang menampilkan pesan masuk dari Jake. Lalu Sunghoon masuk ke dalam ruangan bersama trio bokem setelah mereka akhirnya bisa makan, kelewat malam.
“Kenapa, Boss?” tanya Sunghoon waktu liat Heeseung bengong natap ponsel yang udah mati.
“Lo ngelamar Jake?” ujar langsung Heeseung.
Kaget dikit si Sunghoon cuma ya, yaudahlah, “iya,” katanya.
“Kenapa?” tanya Heeseung.
Satu alis tebal Sunghoon naik, pertanda bingung, emang perlu ditanya kenapa orang ngelamar orang yang dicintainya?
“Karena gue mau menikah?”
Heeseung menghela nafas dan natap Sunghoon, lalu trio bokem bergantian.
“Kenapa lo mau menikah?”
Sunghoon kali ini satu tim dalam masalah perbingungan sama trio bokem. Big Boss ditinggal Jay belum seberapa lama udah sengklek aja.
“Karena gue cinta sama Jake.”
Tapi cukup tegas bagi Sunghoon, sampai gemeter rasanya.
“Cinta, ya?” ujar Heeseung kaya orang tolol.
“Kenapa, Boss?” tanya Sunoo.
“Kangen sama Mami Boss ya?” imbuh Ni-ki.
Pada ngeliatin banget ekspresi Heeseung yang sulit dipahami.
Heeseung bahkan gak repot-repot memarahi kelancangan Sunoo dan Ni-ki seperti yang dibayangkan Sunghoon. Pria itu justru menyandarkan punggungnya ke kursi dan merem.
Heeseung melihat Jay, rangkaian ingatan saat-saat Jay masih berada dalam jangkauannya. Rasanya banyak sekali dan gak ada hari yang diisi dengan kebahagiaan. Heeseung bahkan jarang memuji Jay meski dia udah berhasil menghasilkan uang yang banyak setelah menyelesaikan misi yang besar.
Heeseung selalu bilang, “gue bisa lebih dari ini saat seumuran ‘lo,” ujung-ujungnya tetap meremehkan Jay. Terlalu angkuh, sampai-sampai gak tau cara menghargai Jay.
“Mami Boss bilang, Mami nggak akan pernah mati apapun kondisinya, kecuali Big Boss yang bunuh.”
Mata Heeseung seketika terbuka, tadinya dia cuek aja biarin Sunghoon ngobrol sama trio bokem. Tiba-tiba masuk ke ranah yang sensitif begitu.
Heeseung jadi auto fokus mendengarkan.
“Kata Mami juga, meskipun Big Boss itu jahat dan gak peka, Mami Boss tetap berterimakasih karena tanpa Big Boss dulu, Mami pasti udah mati di tangan orang lain di jalanan.” Kata Ni-ki.
“Walaupun Mami cuma mesin pembunuh bagi Big Boss, Mami bilang, itu lebih baik daripada gak dianggap sama sekali di Dunia ini,” imbuh Ni-ki.
“Sejauh ini, Mami bisa bertahan, bahkan adik bayi pun bisa jadi sekuat itu, Mami bilang dengan bangganya, itu semua karena adik bayi adalah anaknya Big Boss.” Tutup Ni-ki.
Sunghoon tersentuh sampai matanya panas, tapi dia halau sebab ingatannya langsung menuju pada suatu moment, ketika itu dia nyempil di antara obrolan Jake dan Jay.
“Jake sempat berpikir kalo aborsi itu bertujuan untuk menyelamatkan adik bayi dari ancaman hidup menjadi anak seorang pembunuh,” kata Sunghoon, di dengerin banget sama trio bokem plus biang kematian yang merem tapi serius dengerin, Lee Heeseung.
“Sejak dalam kandungan pun, adik bayi udah punya predikat sendiri sebagai anak pembunuh bayaran, setelah tumbuh nanti, bukan gak mungkin adik bayi bakal dapet hidup penuh ancaman dari sana sini, terlebih, karena ibunya pasti punya banyak musuh.” Kata Sunghoon, menekankan kata ‘ibunya’ biar Heeseung tertohok.
“Tapi Mami kalian itu tetap menolak aborsi, Jay tetap kukuh mau pertahanin adik bayi, karena katanya, seperti saat Big Boss menyelamatkan Mami kalian dari jalanan dulu, Mami kalian merasa lahir kembali, lalu tumbuh dengan sentuhan tangan Big Boss.”
“Mami kalian jadi kuat, sama seperti saat ini, Jay berhasil mendidik kalian dengan sentuhan tangannya sendiri, Jay bilang dia merasakan apa yang Big Boss rasakan dulu, perasaan bangga saat berhasil melatih kalian, menjadikan kalian orang-orang yang kuat dan gak pantas disebut sampah karena kalian berkompeten, sekarang, semua terbukti dengan jelas.”
Sunghoon menahan nafasnya sejenak, waktu dia sangat ingin memeluk Jay sebagai seorang rekan, seingatnya, selama ini dia gak pernah sebegitu peduli dengan orang lain, selain Jake, dan sekarang Jay, sebab secara teknis Jay telah memperbaiki kerjaan Sunghoon terhadap trio bokem yang gagal total.
“Dan karena itu, Jay bilang dia gak takut apapun, dia akan tetap melahirkan dan membesarkan anaknya, melatihnya jadi orang yang kuat, sekuat Ayahnya.”
Malam itu, malam terakhir untuk Heeseung ditundukkan denialitasnya.
“Boss.”
Malam itu juga, malam dimana seluruh tim mempersiapkan perang dan misi esok hari.
Pelataran Markas jadi saksi, bagaimana kehadiran seseorang bisa merubah hati pembunuh berdarah dingin menjadi ‘manusiawi’ mengizinkan perasaan mereka tetap bekerja berseiring dengan logika yang tetap berstana di tempatnya.
“Pekerjaan kita mempertaruhkan nyawa, misi kali ini udah bisa disebut perang, dan mustahil gak ada pertumpahan darah di arena peperangan, gue yakin tim pasti bakal menang, tapi gue gak tau apakah gue akan menang dalam keadaan hidup atau mati, karena itu, gue lamar Jake, supaya seandainya nanti gue gugur, Jake selalu tau kalo gue mencintai dia sampai mati.”
Sisanya setelah ini, Sunghoon serahkan semua pada Heeseung dan segala kekuatan dan kuasanya;
Membebaskan dirinya sendiri untuk meraih Jay tanpa peduli apapun, selain perasaan yang cuma dia sendiri yang bisa rasakan kebenaran dari keberadaannya.
[ to be continued ]
demonycal property.