KARMA : Around.
Ares sedang menuang air di dapur kala Marco datang dengan begitu terburu, wajahnya berpeluh dan pakaian yang sedikit berantakan.
Sedikit kaget, namun kemudian Marco dengan wajah panik bertanya, "kamu nggak apa-apa?" seraya menelisik eksistensi Ares dari atas sampai bawah, berulang hingga berhenti saat tatap wajah bingung Ares.
"Aku kenapa, Kak?" tanyanya balik.
"Kakak khawatir, kamu ngga bales chat Kakak dari semalem, terus Kakak tanya Jake juga katanya kamu sakit, pagi tadi muntah-muntah waktu sarapan, maaf Kakak baru bisa samperin kamu soalnya tadi ada kerjaan yang nggak bisa di wakilin sama Kala, jadi—"
"Kak, tenang dulu, aku nggak apa-apa kok," sela Ares saat lihat Marco menjelaskan panjang hingga tersengal, ditepuknya bahu Marco, menuntun sang Enigma duduk untuk bicara lebih tenang, "minum dulu, jangan panik, aku nggak kenapa-napa loh ini," ujar Ares meletakkan segelas air untuk Marco yang lantas meneguknya dengan rakus.
Ares memang sakit, setidaknya terasa benar-benar tidak bisa ia tahan selama tiga hari belakangan, barangkali masuk angin, atau memang sedang nasibnya mengalami sakit hingga tidak nafsu makan dan sering muntah, sakit kepala yang cukup merepotkan dan suasana hati yang naik dan turun cukup ekstrim, bahkan Jordan sempat takut mengajak Ares bicara setelah tak sengaja dibentak oleh sahabatnya itu.
"Kamu sudah makan?" tanya Marco, saat Ares mengusap keringat di wajahnya dengan tisu, Ares nampak pucat dan lesu.
"Belum, eh sudah, tapi makan roti," jawab Ares tidak fokus, "Kakak sudah makan siang?" tanyanya.
Marco menggeleng, lantas tiba-tiba saja memeluk Ares dan menyandarkan kepalanya di bahu si Alpha, "yang Kakak pikirin gimana biar cepet bisa ketemu kamu, Kakak khawatir kalau kamu sakit dan Kakak nggak tau bahkan nggak ada di sisi kamu, bisa aja kamu butuh sesuatu, Kakak harus tau." Katanya serius sekali.
Ares tersenyum dengan bibir pucatnya, menepuk bahu Marco penuh kasih, ah, Marco selepas hari dimana mereka melebur kembali untuk satu sama lain, 5 hari Rut terlewati tanpa sekalipun terpisah lama, Marco benar-benar berubah terasa 180° berbeda, dari Marco yang haus akan pembalasan dendam dan penuh api kebencian.
Yang ada hanya Marco yang penuh kasih sayang dan hangat, begitu mencintai Ares lewat kata dan perbuatan, Ares tidak tau bagaimana menjelaskan perasaannya, sebab cinta dan resah tumpang tindih kini.
"Kamu nggak mau periksa ke Dokter aja?"
Pelukan terlepas, Ares menatap balas raut sedih Marco sebab melihat wajah pucat Ares, yang biasanya berseri tiap kali Marco temui, sapa nan ceria juga ocehan-ocehan yang Ares biarkan Marco mendengarkannya, Ares yang sedang sakit benar-benar membuat Marco sulit untuk hidup dengan tenang.
Saat berada jauh dari sang Omega, rasanya Marco selalu ingin melakukan semua tanggung jawabnya dengan cepat agar segera bisa menemui Ares, untuk bisa menjaganya dengan sepenuh hati.
"Aku cuma masuk angin tau, Kakak…"
"Ya nggak ada salahnya periksa, masuk angin juga 'kan penyakit."
"Iya, tapi aku masih bisa kuat tanpa harus pergi ke Dokter kok, lagipula aku bisa langsung minta Nicholas untuk obatin aku kalau udah nggak tahan, Kakak jangan sedih gitu, aku bener-bener cuma masuk angin tau..." ujar Ares dengan lirih di akhir, menangkup satu sisi wajah Marco dan mengulas senyum kecil.
Enigma-nya yang semula seram kini berubah jadi begitu menggemaskan, lihat mata boba itu, berbinar resah dengan lengkung bibir turun menunjukkan kesedihannya.
"Kakak mau cuti." Kata Marco.
"Loh, kenapa?" tanya Ares.
"Mau jagain kamu," ujar Marco, seraya genggam tangan Ares di atas meja.
Tatapannya tampak kukuh, "jauh dari kamu rasanya gak tenang, Sayang, Kakak mau di dekat kamu terus, atau kamu pindah ke Rumah Kakak aja, ya?" katanya diakhiri tanya.
Ares nampak tersentuh, semua ini tak akan terjadi jika Marco tak menyadari perasaan dalam hatinya, namun di samping hal itu pula, Ares tidak lupa bahwa Marco masih amnesia, namun apa yang ia terima dari Marco benar-benar membuat jatuh begitu saja, izinkan hatinya memilih Marco untuk setiap risiko yang akan Ares terima nantinya.
"Di rumah 'kan ada Nicholas, jadi kamu nggak akan kesepian," kata Marco.
"Disini juga 'kan ada Jake, Kak," kata Ares, "aku... disini aja, ya?" pintanya kemudian.
Marco diam, bukan marah tentunya, ia hanya sedikit kecewa, untuk kesekian kalinya Ares menolak untuk diboyong tinggal di kediamannya, jika ini soal Jake dan Jordan, Marco bahkan mampu menyiapkan supir khusus untuk antar jemput Jake untuk mengunjungi Ares.
Tapi Ares terus saja menolak, Marco pikir entah apa alasan pastinya, dan bagaimana jika mereka Menikah? Apa Ares tetap tidak bersedia untuk tinggal bersamanya?
"Kak?" tegur Ares saat Marco membisu.
"Ah, iya," Marco kembalikan atensinya pada sang Omega, "apapun untuk kamu, asal kamu nyaman, yang penting Kakak bisa datang kesini kapan aja, karena Kakak harus selalu ada di dekatmu, terutama saat kamu lagi sakit begini, Jake nggak akan selalu bisa bantu kamu karena dia harus urus Jordan, karena itu, sama seperti mereka, kamu punya Kakak, Sayang, jadi Kakak mau jagain kamu, sampai sembuh," jelasnya dengan teduh, benar-benar terdengar menenangkan, buat Ares selalu tersentuh hingga rasa matanya panas, tertangkap oleh atensi Marco.
"Kenapa nangis, Sayang? ada yang sakit?" dan panik, menangkup wajah hangat sang Omega yang tak mampu suarakan perasaannya.
"Sayang, sakit banget ya? Ayo bilang, apa yang sakit, kita ke Rumah Sakit ya? Kamu harus diobatin, harus diperiksa biar—"
"Aku sayang Kakak."
Suara Marco tercekat di tenggorokan, Ares menyela ucapannya dengan satu kalimat pendek yang berhasil buat debar jantungnya semakin gila, panik berubah jadi serbuan perasaan hangat dan bangga.
"Aku serius, aku sayang Kakak." Kata Ares kemudian.
"Ares..." lirih Marco dengan senyum kecil menyela raut khawatir.
"Aku nggak sakit, nggak ada yang sakit karena Kakak disini, aku baik-baik aja."
Marco dengar dan kemudian biarkan Ares jatuh ke dalam pelukannya, dalam riuh debar jantung, Marco bisa rasakan kepalanya tiba-tiba pening, napasnya sedikit berat, namun Ares hanya harus tau bahwa Marco akan selalu berada di sisinya, apapun yang terjadi.
"Kakak juga, Sayang, Kakak cinta kamu, Ares."
Dalam hangat yang melekat, memeluk erat-erat Ares dalam naungan Pria yang tercatat pernah membawanya melewati wahana rollercoaster kehidupan yang penuh liuk dan liku curam, Ares melangitkan doa tanpa suara.
"Jangan pernah tinggalin aku, tolong selalu disini, apapun yang terjadi, aku mohon, berjanjilah, Kak."
Dan denyut memilukan terasa kian menusuk kepala Marco, selepas dengar permintaan Ares jelas disusul denging panjang di telinganya, pelukan Marco mengerat naungi tubuh Ares yang terasa hangat.
"Janji, apapun yang terjadi, Kakak akan selalu disini, disisi kamu, Omega, selamanya."
Dan Ares harap waktu mengizinkan Takdir mengikatkan simpul lebih erat untuk mengizinkan janji Marco tak akan pernah jadi ingkar.