Hinandra
5 min readAug 20, 2023

from jaywon to wonjay; katanya ini soal jati diri dan panggilan jiwa.

“dengerin baik-baik ya won,” ujar jay dengan wajah nervous, jelas banget ketara buat jungwon semakin penasaran, “tapi pertama, aku mau minta maaf, dan berharap aku bisa memahami aku yang satu ini,” ucap kemudian.

jungwon sedikit meringkan kepala, rautnya bingung, “okay?” tapi tetap menjawab begitu, “ada apa, kak?” tanyanya.

jay membuka topinya, dia letakin di atas meja, gesturnya benar-benar buat penasaran setengah mati. kali pertama jay begini sepanjang dua tahun mereka pacaran.

“kakak kenapa deh?” tanya jungwon, “aku khawatir,” ujarnya dengan raut menjelaskan kalimatnya, pasalnya jungwon cukup takut kalau jay kenapa-napa sementara ia tak mampu membantu apa-apa.

“aku mohon jangan marah,” kata jay dengan wajah melas.

“kakak jelasin dulu, ada apa?” balas jungwon.

“apa kakak… selingkuh?” tanya jungwon yang seketika dibalas gelengan oleh jay.

“nggak!” katanya.

“lantas apa, kak?” jungwon mulai jengah.

“tarik napas dulu, aku tunggu sampai kakak siap,” akhirnya kasih waktu jay untuk meraih ketenangan.

cafe sore itu lengang, musik bersua mengiringi detak jantung jay dan kata-kata yang seliweran di kepala, begitu pula dengan kemungkinan-kemungkinan yang bisa aja akan terjadi setelah dia ceritakan semua pada jungwon.

tapi jay udah gak bisa lagi bertahan, gak bisa lagi menjalani apa yang gak sesuai dengan kehendak hati dan panggilan jiwanya.

“won…” panggil jay pelan.

“udah bisa cerita?” jungwon fokusin atensi pada si kakak.

jay ngehela panjang napasnya, “udah,” katanya.

“okay, jadi gimana?” jungwon siap mendengarkan.

“aku…”

“iya, kakak kenapa?”

beberapa detik lamat-lamat jay menatap jungwon, yang jungwon jelas tau, binar mata jay sekarang berbeda.

“aku gak bisa lagi bertahan dengan hubungan kita, won.”

“kenapa?”

jay menunduk, memilin kaos yang dia kenakan di bawah meja, gak berani menatap jungwon yang matanya berkaca-kaca.

“lihat aku kak, ada apa, kenapa gak bisa bertahan? ada masalah apa?”

“aku salah apa?”

jungwon menyembur tanya, sementara jay benar-benar yakin sekarang, sudah gak ada titik untuk kembali, seluruh jiwanya sudah berubah.

“kamu gak salah apa-apa, won, gak ada masalah di dalam hubungan kita.” jawabnya takut-takut melihat raut sedih jungwon.

“aku cuma… kamu tau semua orang akan tumbuh dewasa, setiap orang akan menemukan jati dirinya,” jelas jay kemudian.

jungwon mengangguk, “aku paham betul soal itu,” katanya.

“tapi apa hubungan dengan kita, kak?” tanyanya.

“aku, masalahnya ada di aku yang udah gak bisa lagi memimpin hubungan ini, aku udah gak bisa memimpin kamu, won.”

jungwon benar-benar menangis, dan jay juga. rasanya berat untuk mengutarakan semuanya, tapi lebih berat lagi kalau dipendam dan paksa dijalani namun gak sesuai dengan kehendak hati.

“jadi kakak, ngerasa kalau kakak udah gak bisa jadi mendominasi aku?” tanya jungwon terdengar begitu emosinal.

jay mengangguk.

“maaf, aku ngga tau akan jadi begini, cuma… aku merasa, aku ngga pernah benar-benar sebingung ini untuk memikirkan banyak hal, sampai aku sadar kalau aku udah bukan lagi aku yang dulu, aku berubah, won, banyak hal yang ternyata ngga aku sadari selama ini, yang nyata bikin aku jadi berbeda, dan aku ngga bisa memimpin kamu lagi.”

jungwon jelas nampak kecewa, bingung, sakit hati, dan bertanya-tanya, apa benar bisa seperti itu?

“apa yang bikin kakak jadi begini? apa aku ada salah?” tanya jungwon, lagi.

jay menggeleng, “kamu baik-baik aja, aku yang semakin kesini merasa bahwa aku lebih menginginkan pemimpin, bukan memimpin.” katanya.

jungwon diam.

jay takut, dia sadar bahwa hal ini bisa jadi akan langsung membuatnya kehilangan jungwon.

“karena aku tau sekarang kita ada di posisi yang sama, aku juga seperti kamu, aku mau didominasi, aku mau dipimpin, aku mau—”

“mau aku cuma kamu, kak.” ujar jungwon berucap seraya menghapus kasar air matanya.

“kakak mau gimana, sekarang karena menurut kakak kita sama, kita gak bisa lanjutin hubungan ini?” ujarnya nampak menuntut.

“won…” jay gak bisa jawab, karena ya udah jelas jawabannya iya.

“ya udah,” kata jungwon.

“ya udah apa?” tanya jay disela membersit ingus.

“biar aku aja yang pimpin hubungan ini.”

“hah?!” reaksi jay untuk jungwon.

“asal emang kakak jadi begini bukan karena orang lain yang bisa lebih mendominasi kakak, jangan putus, aku gak mau, mau ku cuma kamu.” kata jungwon, egois memang, tapi mau gimanapun jungwon sudah kepalang cinta sama jay, mau jay gimana juga jungwon gak akan mau yang lain.

“tapi, won…” jay bingung.

“jay.” kata jungwon.

“heh?!” protes jay, jungwon gak sopan.

jungwon malah menyeringai, “apa, jay?” tanyanya, seketika berlagak seperti he/hem damn dude vespa kaos deus, mama dulu baru kamu.

jay agak kesal, apa sih, ini diluar prediksi bmkg.

“won, gak bisa gitu ‘lah?!”

“lah, kenapa gak bisa?”

jay menggeram, bingung juga mau bilang gimana.

tapi, “gak semudah itu, won, ini soal jati diri, soal panggilan jiwa, mendominasi atau didominasi bukan seperti kamu bermain drama, aku memutuskan hal ini pun banyak pertimbangan, banyak analisa yang aku lakuin ke diri sendiri, aku—”

“selama ini kita pacaran ‘kan, selama ini aku yang terima semua dominasi kakak, selama ini aku yang siap selalu dipimpin kakak di hubungan kita, aku belajar, aku pahamin semuanya, jadi gak perlu khawatir, kalau ini soal jati diri dan panggilan jiwa, aku 20 tahun kak, aku juga tumbuh dewasa, aku juga sedang mencari jati diri.”

“dan bersama kamu aku mencarinya, aku menemukannya, sekalipun belum, ya aku gak peduli, kalau perlu aku panggil jiwa itu, aku pahat sendiri jati diri itu, kenapa? mau marah? terserah! aku mau kakak, kalau kakak gak mau aku, gak mungkin, aku tau kakak cinta sama ku.”

jay lebih bingung lagi saat ini, ya memang benar jay cintai jungwon sepenuh hati, masalahnya hanya dia yang sekarang bukan lagi seorang dominan, tapi mana mungkin jungwon bisa mendominasinya sementara selama ini aja jay yang mengemban tugas itu.

“won.” jay masih mencoba meluruskan pikiran jungwon.

“kamu itu loh submissive — ’

“sampai nanti aku bisa menemukan jati diriku sendiri, kakak harus berhenti nyebut aku submissive.” kata jungwon, sebel agaknya.

jay menghela napas, takut juga jurus taekwondo jungwon yang maju membungkam mulutnya.

“atau sebenarnya kakak memang mau putus sama aku?”

“nggak!”

jungwon sampai tersentak kaget akan jawaban jay, ngegas.

tapi seiring dengan jay yang malu, jungwon mengukir senyum menang.

“ya udah, sekarang ‘kan posisinya bertukar, mau gak mau kakak harus dengerin aku. patuhi aku seperti aku mematuhi kakak selama ini.”

jungwon aji mumpung banget, jay jadi kesel.

“mana ada begitu?!” sewot deh.

“suka-suka aku, dulu kakak sering gitu ‘kan? aku gak mau ini, gak mau itu tapi kakak maksa, kakak yang ngatur semua, sekarang katanya kakak mau dipimpin? yaudah, nurut aja ya, sayang?”

jay benar-benar geram, ini diluar ekspektasinya yang bergambar jungwon menangis dan memaki dirinya, marah dan memusuhinya.

ini kok malah dia yang ngegas?

“yaudah terserah.”

jungwon terkekeh, “ternyata kakak beneran berubah, sekarang aku tau gimana rasanya dikasih kata ‘terserah' dengan wajah sebel yang lucu kayak gitu,” katanya.

jay harus sebel dengan gaya apa lagi sekarang?

mana bisa sih orang berubah jadi senyebelin jungwon dalam sekejap?

dunia benar-benar sudah terbalik mengikuti posisi jaywon dalam hubungan mereka yang sekarang jadi wonjay.

“diam kamu!”

“yah, ngambek, kakak lebih gemes dari aku ternyata.”

“stop banding-bandingin aku gitu deh!”

jungwon tergelak, rasanya dia gak akan rugi kalau memang harus memimpin dan mendominasi jay dalam perjalanan baru hubungan mereka.

“mau gak mau ‘lah, suka-suka aku.”

“aku yang—”

“iya kakak, aku suka kakak.”

jay bungkam, di sela gurat wajah sebalnya terselip rona merah di pipi.

“aku,” kata jungwon, menatap jay dengan sorot yang tengil tapi serius, “aku paling suka kakak.” tandasnya tegas.

jay bingung harus gimana sekarang, rencananya memang berhasil, tapi ekspektasinya kebanting.

jay harus santai aja apa mulai waspada ya sama jungwon?

takutnya begitu dia jadi dominan beneran, jay yang jadi tumbal.

nightmare.

“duh, bengongnya lucu banget deh, kakak meng.”

“stop begitu deh kamu, geli tau!”

—selesai.

No responses yet