First Date.
Singkat kata dan cerita, walau bingung mau heran atau bersyukur perihal Heeseung yang akhirnya menumpahkan beban pikirannya soal Jay itu ke Sunghoon dan Jake, tetap aja mereka harus profesional.
“Sebelum kami kasih pendapat, ada baiknya lo pastiin kalo lo dalam keadaan cukup tenang buat terima opini apapun, semisal lo ngerasa gak enak pun, mending langsung lo bilang, daripada salah-salah nyawa kami yang melayang.” Begitu kata Sunghoon.
“Omongin aja,” kata Heeseung.
“Menurut gue, lo itu peduli sama Jay, kepedulian lo itu ada karena lo sebenarnya sayang sama dia, entah sejak kapan itu gak ada yang tau melihat lo sendiri pun gak sadar sama perasaan lo.”
“Boss, lo udah jatuh cinta sama Jay.”
Heeseung termenung mendengar ucapan Sunghoon.
“Mungkin buat lo ini terlalu naif, tapi kadang, orang-orang memilih menjadi naif agar lebih bahagia, karena semua tau kenyataan yang apa adanya suka mengkhianati harapan, sama kaya Jay yang dia tau dirinya pembunuh, dia pendosa, tapi karena dia bahagia punya Bayi dalam rahimnya, Jay memilih jadi naif dan mempertahankan Bayi itu apapun kondisinya.”
“Termasuk,” Sunghoon menjeda.
Heeseung menoleh, “termasuk?” tanyanya.
“Termasuk semua yang udah dia laluin selama ini, selama dia gak bisa lepas dari genggaman lo, dari awal sejak pertaruhan kalian dengan Bayi itu, sampai detik ini. Cuma satu yang Jay gak bisa pahami, yaitu perasaan lo.”
Jake mengangguk setuju, kali ini Heeseung membawa atensi padanya.
“Selama ini, yang gue tau, Jay juga peduli sama lo, perasaannya lebih halus daripada keliatannya, dia sempat berdoa untuk lo selama lo gak pulang-pulang ke rumah, bahkan meskipun dia udah lo sakitin lah istilahnya, dia tetep bertahan disini meski dia bilang ‘untuk bisnis’ tapi gue tau sebenarnya dia disini karena dia udah membuktikan kalau ternyata benar ada disini dia lebih aman dari pada di luar sana.”
“Karena disini ada lo.”
Jake gemetar, takut bukan main, menghadap Heeseung lebih memacu adrenalin ketimbang harus melawan satu geng dengan sepuluh orang bersenjata di dalamnya. Mungkin karena Heeseung itu Boss dan berkuasa, Jake juga berhutang banyak atas uluran tangan Heeseung, sama seperti Jay.
“Kata gue, lebih baik lo sama Jay ngobrol.”
Sunghoon ngeraih tangan gemetar Jake, dan ambil alih obrolan bersama Heeseung.
“Gak ada salahnya mendengar dulu sebelum mutusin untuk melakukan sesuatu, Boss.”
“Walaupun ini susah karena biasanya lo gak begini, tapi coba khususkan untuk Jay, atau bisa juga lo pikirin ini untuk diri lo sendiri, lo gak mau ‘kan denial dan tersiksa terus-menerus?”
Sunghoon rasa nafasnya udah mau habis, ngomong langsung sama Heeseung rasanya kaya menghadapi barang berhantu, daya hidup Sunghoon berasa disedot, ngeri.
Padahal bisa dibilang saat ini Heeseung ada di kondisi yang gak baik-baik aja. Tapi aura hitam nya masih pekat terasa.
Terlebih saat Heeseung lagi diem, mungkin memproses opini yang tadi dia dengar dari Sunghoon dan Jake, selaku saksi hidup yang mengiringi ceritanya dengan Jay yang akhirnya jadi serumit saat ini.
“Anu… Boss.”
“Apa?”
Jake beranikan diri buat interupsi, dalam perjalanan menuju ruang latihan tembak Jay bersama trio bokem.
“Jay pengen jalan-jalan.”
“Rumah dan halaman sekitar udah cukup luas untuk jalan-jalan.”
“Tapi… anu… Boss… Jay cerita kalo dia suntuk dan bosen, itu bikin dia jadi lemes dan gak mood karena — ”
“Park Sunghoon!!!” Teriak keras Jungwon seketika menyela ucapan Jake.
Ruangan besar dengan satu sisi dindingnya adalah kaca itu menggema setelah hilang suara tembak-menembak.
Sunghoon yang kemana-mana sekarang pakai topi itu ngehela nafas.
“Jake!!” Jay melambai, membuat Jake gagal fokus soal izin ke Heeseung.
Jake memilih berlari menyongsong Jay yang sekarang udah berubah total, tubuhnya lebih berisi dari yang terakhir kali diliatnya tiga bulan yang lalu, wajahnya yang tegas sekarang jadi gembul tapi Jake pangling karena Jay jadi semakin menarik, senyumnya terlukis tulus dan pelukannya terasa hangat sampai Jake menitikan air mata.
“Oh, Jay… lo bener-bener hebat banget bisa melalui semuanya selama ini dan sekarang muncul di depan mata gue dengan keadaan sebaik ini, huhuhu~ rasanya gue mau nangis banyak-banyak saking terharunya!!” ujar lebay Jake sambil menangkup wajah Jay.
Sementara itu, Heeseung mendekati Sunoo dan Ni-ki, saat Jungwon berlari menghampiri Sunghoon.
“Park Sunghoon!” kata Jungwon tepat depan mata Pimpinan markas utama tim pembunuh bayaran, Sunghoon yang belakangan harus merawat rambutnya biar tumbuh lagi.
“Ke-kenapa?” tanya Sunghoon.
Jungwon maju selangkah lagi, lalu tau-tau menunduk dan bilang, “Maaf atas kelakuan buruk gue selama ini ya, — walaupun emang lo nyebelin sih, tapi gue harus tetap minta maaf, kata Mami Boss begitu,” dengan santuy.
“Haa….???” ujar Sunghoon speechless, shock berat.
“Minta maaf yang bener, Jungwon,” kata Jay.
Jungwon ngehela nafas dan melakukannya sekali lagi.
“Mohon maaf atas semua kesalahan saya, Om Sunghoon.”
“He…??? Om??? Pft!!” Reaksi Jake, plus nahan ketawa liat Sunghoon semakin gak berkutik.
“Hahahahaha — !! Komuk lu kocak banget, Om!” seru Sunoo ngakak sambil ngacung-ngacungin pistol.
“Anj — Aiya…. gapapa… ha.. ha.. gapapa kok, udah lupain aja ya, Jungwon, udah dimaafin kok,” kata Sunghoon dengan gigi bergemelatuk, ingin tembak mati Jungwon tapi bahaya banget ini.
“Udah, ayo jalan-jalan.”
Tapi kehebohan Jungwon minta maaf itu segera terhenti oleh ucapan Heeseung.
“Ayo, kenapa pada bengong?”
Heeseung yang udah di ambang pintu menoleh sekilas lalu lanjut jalan, semua orang pada terkekeh kecuali Jake yang hah heh hoh, padahal tadi dia mati-matian melawan rasa takut buat minta izin tapi ternyata — ahh, baguslah, Heeseung melunak kali ini, berharap bisa untuk selamanya.
Walau rasanya mustahil.
Jay masih gak percaya dia bisa melihat lagi suasana kota yang ramai dan luas, langit yang gak ketutup pepohonan menjulang seperti di rumah. Rasanya senang banget!
“Boss!!”
Heeseung berbalik dan — grab!!
“Terimakasih, Boss!”
Kedua lengan Jay melingkari leher Heeseung, reflek Pria itu sedikit merunduk supaya gak perlu jinjit mengingat perutnya memberi jarak, tapi Heeseung terdiam saat perutnya sendiri bisa merasakan hangatnya perut buncit Jay yang seketika mengalirkan sengatan aneh sampai ke dadanya.
Heeseung diam karena gak menemukan kata yang tepat untuk membalas ucapan dari Jay, tubuhnya juga gak berkutik saat Jay melompat untuk memeluknya, tapi begitu dia sadar, Heeseung sudah merengkuh pinggang Jay dan detak jantungnya semakin membuatnya ketakutan sampai kedua tangannya gemetar.
“Boss?”
Pukpuk…
Heeseung kembali linglung dan begitu dia sadar, matanya menatap Jay yang terlihat bingung, kedua lengan Jay bertengger di bahunya.
“Boss? Tangannya…” ujar Jay, merujuk pada tangan Heeseung yang mencengkram cardingan Jay dibagian pinggang.
“Jay…”
“Iy — ”
Grab! … Cup!
‘Eh…?’
Lengan Heeseung merengkuh punggung Jay, dalam keheranan, mata Jay pelan-pelan meneduh ketika melihat Heeseung menutup matanya, ciuman yang diterima hanya sebatas menempel tanpa lumatan ataupun pagutan kasar seperti biasanya.
Ditambah dengan usapan dipunggungnya, terasa lembut menenangkan hingga Jay terbawa suasana, tubuh yang tadinya kaku menjadi lebih tenang hingga pelan-pelan lengan Jay turut memberi usapan-usapan lembut di bahu Heeseung.
“Jay.”
“Uh … Iya?”
Duh, Jay gugup banget demi apapun, tolong!
Ini asing banget!
Situasinya sangat aneh dan mendebarkan, debarannya sampai serasa bikin adek bayi dugem dalam perut Jay!
Tatapan Heeseung benar-benar tidak menakutkan tapi sebagai gantinya ini menambah cepat detak jantung Jay! Rasanya kaki Jay lemas, sampai pegangan di bahu Heeseung mengerat.
“B-Boss….”
“Coba panggil nama gue.”
“Haa…? euh… apa ngga apa -apa?”
Heeseung tersenyum dan mengangguk.
Rasanya seperti mimpi.
Heeseung tersenyum sambil menyampirkan rambut panjang Jay ke belakang telinga.
“Nggak apa-apa.”
“Coba, panggil nama gue.”
“Ah… i.. itu… Lee.. Heeseung..”
Jay gak menatap Heeseung saat dengan sepenuhnya gugup nyebut nama Heeseung.
Kedua kakinya gemetar, jarinya terasa dingin, jantungnya berdebar keras, Jay mau pingsan, tapi Heeseung terkekeh lalu meraih dagu Jay supaya menatapnya.
Ada apa sebenarnya ini?!
“Coba lebih berani, panggil nama gue dengan — ” DORR!!
Brugh!!
“Lee Heeseung….”
“BOSS!!”
Tubuh Heeseung lemas seketika, bahkan dia gak bisa mengalihkan atensinya dari orang yang entah ada dimana, yang menembak ke arah Jay dan tepat mengenai punggungnya.
Sunghoon bersama Jungwon, Sunoo dan Ni-ki berlari ke arah datangnya tembakan, sementara Jake menyaksikan sendiri wajah Heeseung yang sulit dijelaskan, tapi kuat Jake rasakan sorot ketakutan dari mata yang tanpa disadari oleh empunya sendiri itu, sedang menangis.
“Jay…”
“Ak —! Hh.., B-boss… baik-baik aja?”
[ to be continued ]
demonycal property.