Hinandra
8 min readJan 12, 2024

ECCEDENTESIAST : The Night We Met.

⚠️ // despair, suicide attempt, amnesia, psychology issues, family issues, male pregnant. please be wise.

“Mereka nikah muda?”

Chanyoung menoleh pada adiknya yang melempar sebuah undangan super sederhana untuk ukuran anak Sultan seperti Jinha, dan Jaeyong menghela napas.

“Hey, that’s because Juwon is pregnant."

Kakak beradik Yoon itu lekas menoleh pada seorang pemuda yang masuk ruangan dengan seorang anak laki-laki di gendongannya.

“And i want to come, Mr. Fiancé."

Jaeyong menoleh pada Kakaknya yang menghela napas, oh, bahaya.

“Why? do you want to forbid me from coming again? Seriously, after i didn’t come to Yoonseo’s wedding, now i can’t even come to Juwon’s wedding?"

“Tapi — ”

“You can come."

Jaeyong menoleh dengan raut kaget, menatap Chanyoung dengan resah, “Haish, Bang, Hyunho Junhee bisa ngamuk dan gue gak yakin kita bisa jauhin Dia dari Kyungjun, apalagi ini pernikahan jinha, Bang, Jinha, sahabatnya Kyungjun.” Bisiknya melipir saat pemuda itu sibuk dengan bocah di pangkuannya.

Chanyoung hanya terkekeh, dan berkata, “biarin aja, toh dia gak inget apapun bahkan tentang dirinya sendiri, kita bisa jagain dia juga nanti, tenang aja, biar gua yang bicara sama Junhee dan Hyunho.” Katanya.

Jaeyong lekas angkat tangan, walau serius demi apapun perasaannya tak sedap, tapi ya sudah, melihat Dia nampak bersedih belakangan, barangkali sudah tau kalau akan dilarang untuk menemui Teman-temannya lagi.

“You can come, but you have to be with me."

“Eunho?” tanyanya mengangkat tangan kecil bocah dipangkuan.

Chanyoung mengangguk dan tersenyum kecil, “Eunho juga akan ikut.” Katanya.

Jaeyong kembali menghela napas, ia tak akan heran lagi dengan moment seperti ini, setidaknya setelah tiga tahun berlalu, Chanyoung menjadi lebih hidup sebab katanya, untuk menghidupkan Jin Dabeom, ia harus menjadi lebih Hidup dari sebelumnya.

Amerika dipilih langsung setelah Dabeom sadar dan kehilangan semua memorinya, bahkan ia melupakan sahabat-sahabatnya, walau lantas Junhee dan Hyunho membuat sebuah keputusan atas izin Ibunya Dabeom bahwa anak itu akan menjadi orang lain.

Dan begitulah bagaimana akhirnya, Dabeom selamat.

“Ahn Jiho.”

“Ya?”

Dabeom, dengan nama baru dan Marga ibunya itu menoleh sebelum berlalu dengan riang, Chanyoung hanya menatapnya, ia terus melukis garis manis di wajahnya yang bersih, tak sedikitpun ternoda luka seperti tiga tahun berlalu.

“Kalau kamu cuma mau mandangin aku begitu, i’d better go out to get ready to go home."

“Sana, go home sendiri.”

"Aren’t you coming with us?"

Chanyoung terkekeh seraya bangkit, tak ingin membuat Dabeom — Jiho merajuk, meraih Eunho yang hanya diam begitu pindah ke gendongannya.

“How can i marry you, eo, Mr. Statue?”

“You love me.”

Dengusan kencang Jiho membalasnya seraya berjalan lebih dulu mengejar Jaeyong dan mulai mengadu kalau Chanyoung benar-benar menyebalkan dan ingin menikahi Jaeyong saja.

“How am i supposed to let you go?”

Karena sejauh ini, ia tahu bahwa, Dabeom tak pernah mencintainya, bahkan sebagai Ahn Jiho, Chanyoung tau bahwa jauh dalam perasaannya, jauh bahkan di tempat yang Jiho tak tau sama sekali, masih ada Ko Kyungjun disana, Ko Kyungjun yang pertama menangkapnya kala hendak jatuh saat runtuh, malam itu.

Pernikahan Jinha dan Juwon berjalan dengan baik sampai pada acara Resepsi, tengah malam datang bersama gelisah yang tiba-tiba menyerang tanpa sebab, Kyungjun melepaskan diri dari riuhnya pesta, beberapa gelas alkohol sudah berada dalam tubuhnya tapi rasionalitas Kyungjun masih cukup, sampai puncak Hotel menjadi tempatnya menatap kosong pada langit malam yang penuh bintang.

Kata orang, mereka yang sudah meninggal akan tinggal di bintang, dan setiap malam tak sekalipun Kyungjun absen menatap ke langit, penuh dengan harap Dabeom akan hidup disana, lebih baik, lebih bahagia daripada hidup di Dunia yang hanya membuatnya terluka.

Ko Kyungjun kehilangan segalanya, jauh hingga dirinya sendiri terasa kosong sampai inti terdalam yang coba ia gali sesuatu namu tak temukan apapun selain penyesalan dan rasa bersalah yang teramat besar.

Tiga tahun berlalu dan segalanya terasa amat menyiksa, hidup berjalan seperti tak berwarna, kadang Kyungjun ingin mengakhiri semua, bahkan sekarang ia ingin coba lakukan, apakah ia akan bertemu dengan Dabeom jika melompat dari atas sini?

Apakah Dabeom akan datang jika Kyungjun benar-benar mempersembahkan seutuh nyawanya untuk membayar segala rasa bersalah?

Seperti sedang bertengkar dengan dirinya sendiri, Kyungjun selalu mengingat segalanya, rekaman suara Dabeom terus terngiang sepanjang waktu. Semua luka yang ia berikan seolah berbalik menusuk dirinya sendiri tapi Kyungjun bahkan merasa sangat malu jika ia tak mampu bertahan, disaat Dabeom dulu berusaha susah payah melawan riuh di kepalanya, ia tak ingin mati.

Tapi keadaan memaksanya untuk menyerah, keadaan yang Kyungjun rangkai dengan kedua tangan berdosanya itu, apakah Dabeom akan bersedia memaafkan dirinya?

“Kamu tidak perlu mati untukku, tetaplah hidup supaya kamu tau rasanya menjadi aku.”

Kyungjun selalu menyalahkan dirinya utuh untuk semua yang kini harus ia tanggung. Segala kebodohan yang membuatnya ditinggalkan, oleh karenanya, bahkan untuk matipun Kyungjun merasa sangat tak pantas, hidup hampa, matipun tak puas.

Tapi kali ini, angin kencang membuat wajahnya terasa hampir beku sebab air mata menganak sungai disana, kedua tangan merentang dengan mata tertutup, mengingat malam dimana ia menyelamatkan Dabeom yang hendak menjatuhkan dirinya dari puncak gedung Rumah Sakit.

Mengingat bagaimana Kyungjun menariknya untuk kembali, Dabeom pasti sangat percaya padanya dalam keadaan ‘sakit’ saat itu, tapi Kyungjun dengan topengnya menawarkan lipatan sengsara bersampul damai dan cinta.

Tidak, bagaimana mungkin Kyungjun mampu melupakan segalanya?

Bagaimana mungkin ia mampu melepaskan perasaan ‘cinta’ yang selalu ia abaikan saat drama itu masih berjalan?

Satu bintang paling cemerlang seakan mengedipkan mata untuknya, bagai tertawa atas keputusasaan Kyungjun, mau dicari kemana Jin Dabeom yang sudah berpulang kecuali dengan datang ke tempat itu?

Kematian.

Angin kencang membekukan wajahnya, air mata bahkan tak lagi mampu suarakan lara hatinya, Kyungjun hampa dan putus asa.

“Dabeom, even though it’s fiction, Romeo is willing to die after Juliette."

"Now i, will truly realize my promise, i will die for you."

“YAAA — DON’T!!!”

“Eunho…. stay here, jangan kemana-mana!!"

Sebuah teriakan keras menyentak jiwanya, Kyungjun membuka mata dan telinganya berdengung panjang, saat ada tangan yang memegangi kakinya melewati besi pembatas rooftop, saat seruan-seruan itu tertuju jelas padanya.

"Oh Sir! please don’t do that!"

“I don’t know what happened to you but come on down and don’t do that, PLEASE, JANGAN JATUH!"

“Dabeom….” lirih Kyungjun saat matanya menatap pemuda itu, pemuda yang sedang memegangi kakinya dan berseru rusuh.

“Please, Sir, ayo turun and... and i’ll help you!" Katanya dengan sepasang mata yang segera mengunci atensi Kyungjun.

Kyungjun melompat turun saat kedua tangan itu melepas kakinya, tatapannya masih utuh dengan dengung yang lenyap dari telinga tapi matanya panas, kedua tangannya terulur meraih bahu pemuda itu yang menatapnya khawatir.

“Jin Dabeom.”

Kyungjun seakan dibawa kembali pada Malam itu, malam dimana mereka bertemu, kini dengan keadaan yang terbalik.

Pemuda itu benar-benar Jin Dabeom.

“Da-Dabeom….” Kyungjun kelu, otaknya tak berfungsi tapi hatinya berisik riuh.

“A — ah, Eunho!” pemuda itu mundur, tangan Kyungjun lepas dan ditatapnya sedih, kedua tangan yang kini kembali hampa.

Pemuda itu meraih seonggok daging bernyawa yang duduk bersandar di beton, merentangkan tangan dan memeluk leher pemuda itu erat-erat.

“Dabeom, kamu….”

“Eunho, kamu pasti kaget, maaf yaa…”

Kyungjun jatuhkan kedua tangannya ke sisi tubuh, menatap pemuda yang iya yakini benar-benar Dabeom itu sibuk dengan bocah dalam gendongannya, menatap Kyungjun dengan sepasang mata yang basah, menangis tanpa suara.

“Apa, Anda baik-baik saja?”

Kyungjun sibuk menatap pemuda itu, jadi ia tak menjawab.

Oleh karena itu, tangan mendarat di bahunya, menyentak Kyungjun kembali ke Dunia, dan ini benar-benar nyata, Jin Dabeom ada di depan mata.

“Saya…” Kyungjun menangis tanpa suara.

Pemuda itu termenung menatapnya, ada Dabeom di sepasang mata itu, Kyungjun yakin setengah mati, debar jantungnya bantu buatnya percaya.

"You are definitely not fine, i feel sorry for what you are going through, but, no matter how hard your problem is, please, stay alive, Sir."

Kyungjun ingin tertawa walau yang ia lakukan hanya menangis.

Dabeom seperti tak mengingatnya.

“Jin Dabeom — ”

“Ah, maaf tapi, anda terus — ”

“AHN JIHO!”

Keduanya terkejut kala teriakan keras itu terdengar dan seketika itu, Kyungjun yakin bahwa orang di depannya benar-benar Jin Dabeom.

“Kenapa? Why do you have to shout so loudly?"

Kyungjun segera mengerti situasi, ketika Yoon Chanyoung datang bersama Jang Hyunho dan Kim Junhee, Kyungjun paham keadaannya kini, bahkan ia bisa menebak apa yang terjadi, tiga tahun yang lalu.

“Why are you looking at me like that? oh! tadi aku bantu Tuan ini, Dia — ”

“Long time no see, Ko Kyungjun.”

Ahn Jiho — masih tak mengerti apa yang sedang terjadi tapi Chanyoung nampak mengenal Tuan yang ia selamatkan nyawanya itu, walau Junhee dan Hyunho nampak tak senang saat ini.

“Nama Anda Ko Kyungjun? Oh, Hi! Saya Ahn Jiho, kalian sepertinya saling mengenal ya? Apa kalian teman lama?”

Oh dan, Hyunho mendengus saat sifat super ramah Jiho mode on, Kyungjun terus saja menatapnya.

Sampai tangannya terulur dan berjabat dengan Dabeom, yang mengenalkan dirinya sebagai Ahn Jiho.

Senyum manis yang selalu Kyungjun rindukan itu terlempar gratis untuknya.

“Nama Saya Ko Kyungjun, senang bertemu denganmu, Ahn Jiho, dan, terima kasih sudah menyelamatkan saya.”

Katakanlah takdir benar-benar tak bisa ditebak, tapi ini adalah senyum pertama Kyungjun yang tak berdasar paksa atau formalitas saja, senyum untuk Jin Dabeom yang masih berada di Dunia yang sama dengannya.

Nan cemerlang senyum di tengah malam itu merekah, di depan mata Chanyoung, Hyunho dan Junhee, jabat tangan itu terlepas dan Jiho masih disana, nampak senang merayakan perkenalannya dengan Ko Kyungjun.

Sampai, mata Kyungjun tak berhenti menatap bocah di gendongan Dabeom, —Jiho, yang sadar akan itu tersenyum riang.

“Adikmu pasti kaget, maaf.” Kata Kyungjun.

Junhee dan Hyunho terkekeh di belakang Chanyoung, tapi Jiho nampak masih bahagia sekali.

“Aah i love this, he looks like my little brother?! Wow!"

“Jiho,” Hyunho sedikit menegur, tapi dicuekin. Kasihan.

Jiho tergelak renyah yang membuat Kyungjun terpaku, “You wouldn’t believe me if i said he was my Son," katanya.

Jantung Kyungjun terasa meledak saat itu, tapi senyum Jiho, semakin parah membuatnya ingin menangis kencang.

Anak itu, yang berada di gendongan Jiho, matanya menatap Kyungjun dan ia melihat Dabeom ada disana, Dabeom yang tulus dan selalu rendah hati, di sepasang mata anak itu.

“Your…. Son?” tanya Kyungjun seraya mengangkat pandang dan bertemu dengan sepasang mata Jiho, yang benar-benar sangat Jin Dabeom sekali.

“Walaupun saya senang Anda mengira Dia ini adik saya, tapi, He’s my Son, i gave birth to him, Sir."

Hyunho, Junhee beradu pandang dengan Chanyoung, melihat reaksi Kyungjun dan bagaimana Dabeom — Jiho menghadapi Pria itu, mereka akan tetap disana dan membiarkan Ko Kyungjun menelan semua Karma yang sesungguhnya.

“Eunho?”

Kyungjun nampak sangat-sangat terluka dari sepasang matanya itu, malah menatap Hyunho dan Junhe bergantian, padahal ada Chanyoung juga disana.

Jiho, sekali lagi, mengangguk dan maju sampai tangan Eunho yang terulur itu menyentuh tangan Kyungjun.

“Yoon Eunho.”

Jangan tanya kenapa Chanyoung biarkan semua itu terus berjalan, sebab bukan hanya Kyungjun yang merasa bersalah, bukan hanya Kyungjun yang bajingan, sejak awal, ia pun sama dan Chanyoung sadar betul bagaimana Jin Dabeom yang terkunci dalam bilik ingatan terbuang Ahn Jiho tetap teramat mencintai Ko Kyungjun.

Chanyoung hanya berpikir, bagaimana membuat Dabeom merasakan dirinya, merasakan kehidupannya, dan Ko Kyungjun adalah salah satu hal yang pernah membuatnya merasakan “Hidup” sejatinya tak seburuk itu.

“Maaf untuk apapun yang kamu lihat tadi, ya, Yoon Eunho.”

— to be continue.

demonycal property.

No responses yet