Hinandra
5 min readJan 1, 2024

ECCEDENTESIAST : Night Has Come.

⚠️ // psychology issues, broken home, suicidal, suicide attempt.

Dabeom selalu punya Yoonseo yang cengeng dan akan menangis untuknya disaat ia sendiri sulit sekali mengizinkan dirinya menangis di depan orang lain. Dabeom selalu punya Somi dan Jungwon yang akan menggantikan sosok ‘Ibu’ untuk memarahi kebebalannya, atau sekedar memastikan Debeom meminum obatnya dengan jujur atau kalau tidak maka Somi dan Jungwon siap menggelitiknya hingga menangis.

Dabeom selalu punya Junhee yang tanpa diminta akan bertingkah seperti seorang ‘Ayah’ yang posesif dan sangat galak, terutama jika Somi dan Jungwon menyerah menghadapi keras kepalanya Dabeom. Dan, ia selalu punya Hyunho, untuk menjadi seorang ‘Kakak’ yang tak pernah ia miliki sepanjang hidup setidaknya sebelum Hyunho mengisi posisi itu dalam hatinya.

Dabeom bukan anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu. Justru, rasa-rasanya mungkin keluarganya punya materi yang berlebih dan itupun masih belum cukup untuk Ayah dan Ibunya.

Mereka tidak pernah benar-benar berpisah, hanya memilih untuk saling menjauh untuk kebaikan hati sendiri-sendiri, menjadi tenang memang, sayangnya mereka lupa pada satu hati yang terluka di saat seharusnya ia dicintai oleh Ayah dan Ibunya.

Dabeom tak pernah meminta kehidupan seperti ini untuk dijalani.

“Maaf yaa, tadi aku pulang duluan jadinya kamu dipukulin kaya gini,” ujar Yoonseo untuk yang ke-sepuluh kali malam ini, menelan permintaan maaf Yoonseo rasanya lebih mengenyangkan daripada bubur rumah sakit yang ia makan.

“Stop minta maaf,” katanya, “mending kamu pulang aja, kerjain tugas, kalo bisa kerjain punyaku sekalian,” imbuhnya.

“Oh! iya ya, ada tugas buat lusa!” pekik Yoonseo dengan mata membola, Junhee di sebelahnya menghela napas, beruntung Dabeom di ruangan pribadi, coba kalau satu ruangan berisi beberapa pasien pasti Yoonseo yang berisik dan cengeng ini diusir.

“Heuh, mending kamu pulang sana!” ujar Dabeom.

“Kok ngusir….” balas Yoonseo sedih.

“Anak kecil nggak boleh keluar malem, udah sana pulang aja 'lu,” kata Somi.

“Dabeom juga anak kecil — ”

“Beda, aku anak kecil tapi besar!”

“Tapi tetep aja masih kecil!?”

“Enggak ya, aku udah besar!!”

Junhee dan Jungwon kompak tepuk jidat.

“Jadi siapa yang kecil?” tanya Somi dengan senyuman maut.

“Dabeom!” “Yoonseo!”

Baru saja tadi peluk-pelukan eh sekarang malah sudah mau cakar-cakaran.

“Daripada ribut mending Yoonseo pulang sama Junhee,” kata Jungwon dengan sangat anggunly.

“Dengerin tuh!” Dabeom senang bukan main melihat wajah sebal Yoonseo.

Walau perih sudut bibirnya saat tertawa, tapi Dabeom suka ini ketimbang menangis sendirian, setidaknya sekarang.

“Terus nanti Dabeom sama siapa disini, masa sendirian?” ujar Yoonseo sudah kembali mengkhawatirkan sobatnya itu.

“Anak besar mah ngga perlu takut sendirian,” ujar Dabeom.

“Nanti biar gue temenin disini,” kata Somi sebelum Yoonseo benar-benar mencakar Dabeom yang dengan sengaja membuatnya kesal.

“Udah Yoonseo, kamu pulang sama Kakak, sekarang,” ujar Junhee merengkuh bahu Yoonseo siap mengantarnya pulang.

“Jangan ditinggalin sendirian ya Dabeomnya, nanti kalo sendirian siapa yang peluk kalo takut?” ujar polos Yoonseo mematap lekat pada Dabeom yang terdiam.

Begitu pula dengan Somi dan Jungwon yang masih disana, “iyaaa, Bayi, tenang aja ya? nanti Kita disini temenin Dabeom sampai pagi,” ujar Jungwon yang sejenak membiarkan Yoonseo berlari dan memeluk Dabeom.

Sebuah pelukan yang amat sangat berbeda bagi Yoonseo, hatinya sakit dan resah entah kenapa, rasanya enggan untuk meninggalkan Dabeom disini.

“Kamu jangan nangis sendirian ya,” ujar Yoonseo dengan melasnya.

Dabeom tidak benar-benar menangkap makna lain dari permintaan sang sahabat, membalas anggukan dan tersenyum sampai ke mata nan manis.

Malam itu Yoonseo pulang bersama Junhee, tinggalkan Somi dan Jungwon menjaga Dabeom.

“Kok bisa si Preman itu bawa lo kesini?” ujar Somi dengan gaya julidnya yang khas.

Jungwon yang sedang membaca buku menghela napas mendengar pertanyaan pacarnya itu, “biarin dia tidur, jangan ditanya-tanya dulu apalagi soal Dia, nyebelin,” katanya.

Dabeom terkekeh dalam berbaringnya, mendengar Somi mendengus membalas Jungwon.

“Apapun alasannya, tu anak udah jelas gak ada baik-baiknya.” Kata Jungwon, pedas.

“Babe…” Somi sampai bangkit dari kursi, “menurut aku ini aneh tau, kata Nahee tadi Kyungjun ngamuk dan tolongin Dabeom, dia langsung cabut gitu aja dan bawa Dabeom ke rumah sakit ini,” opininya.

Jungwon hanya datar saja, menggedik bahu acuh dan fokus pada bukunya, “bahkan kalo emang ada alasan khusus, aku gak peduli, kalo bukan karena dia, Dabeom gak akan sering dibully kaya sekarang,” katanya.

“Tapi — ”

“Enough, stop ngomongin Kyungjun atau aku gamau ngomong sama kamu.”

“…. Fine.”

Somi kesal bukan main, masalahnya dia punya bukti sebuah vidio amatir dimana Kyungjun membalas pembully Dabeom dengan membabi-buta siang tadi, tapi Jungwon sepertinya kepalang benci dengan Preman sekolahnya itu.

“Tidur, jangan cengengesan gitu, gue tau lo ngetawain gue ya!” Somi menghampiri Dabeom untuk menyentil bibirnya main-main.

“Kalian gamau pulang aja apa?” tanya Dabeom setelah mendengus karena Somi sensi terus.

“Gak,” kata Jungwon.

“Kok gitu?”

“Ya biarin, tinggal merem aja tidur, gausah mikirin kita berdua lo pikirin aja diri lo sendiri ini aduh, pipinya luka, bangsat juga yang mukul ini harusnya gue — ”

“Kim Somi.” Tegur Jungwon mendengar Somi ngumpat.

Sebenarnya syukur Somi menjaganya bersama Jungwon, Dabeom jadi punya satu malam penuh tawa, menertawai Somi yang dimarah Jungwon terus.

“Tapi, Beom, misal, nih ya, misal aja sih, kaya, misal Hyunho jadian sama orang lain… gimana?”

“Ya biarin, itu hak dia,” kata Dabeom.

“Aah… udahlah Hyunho, gak ada harapan buat lu,” kata Somi ngomong sendiri.

Malam berjalan penuh menuju dini hari, Dabeom terbangun di pukul tiga pagi, saat Somi terlelap di sofa sambil memeluk Jungwon, lampu menyala redup dan Dabeom turun dari brankar dan melepas infusnya dengan sekali tarik, darah mengalir dari luka yang tercipta, walau sakit seluruh tubuh tetap ia langkahkan kaki menelusuri lorong setelah memastikan Somi dan Jungwon tetap lelap dalam tidur.

Dingin lantai rumah sakit menyengat telapak kaki yang tak beralas, menghabiskan seluruh tenaga yang dimiliki hanya untuk menyentuh lantai rooftop rumah sakit, memulai lagi rutinitas malam sendirian lebih dekat dengan langit, tak bersekat dengan angin dingin dan menatap luas dunia pukul tiga pagi yang indahnya bak menertawai nasib hidup Dabeom.

Yoonseo adalah satu-satunya sahabat yang mau menerima hitam dan putihnya seorang Jin Dabeom, yang katanya akan bersama perihal menata sayap untuk terbang menuju masa depan, Yoonseo ingin menjadi Psikolog, katanya ingin mengerti lebih perihal Mental dan segala hal di dalamnya sebab ia mau Dabeom sembuh.

Dabeom memutuskan untuk tidak memikirkan apapun buat masa depannya, ia menghapus segalanya dari masa kecil yang terlalu indah untuk diingat, sekarang, semua menjadi menyakitkan.

Dabeom tak akan pernah bisa menjadi Pilot, jika hanya untuk melipat kertas menjadi pesawat saja kelima jarinya gemetar, telapak tangannya dingin, sebab saat Dabeom akhirnya sadar bahwa dirinya terlampau ‘sakit’ semua yang ia sukai, segala yang ia cintai sejak awal menjadi sesuatu yang menakutkan, menjadi sesuatu yang ia benci.

Menjadi Pilot, menerbangkan pesawat, atau sesederhana menjadi ‘orang tua’ yang akan menyayangi anaknya jauh lebih baik daripada apa yang ia terima semasa menjadi seorang ‘anak.’

Semua itu, menjadi menakutkan, menjadi benci yang membuatnya marah setengah mati.

Dan satu lagi, Dabeom pernah jatuh cinta, setidaknya sebelum semesta tertawa sebab kenaifannya.

“Ko Kyungjun.”

Jika akhir dari cinta adalah kebencian, maka bisakah kematian menjadi akhir dari penderitaan?

Dan malam telah datang, memeluk segenap rasa takut pun keraguan, bagaimana jika tak lagi hidup bukan jalan yang tepat? tapi apa yang bisa menjamin tetap hidup adalah pilihan yang benar?

Kata orang, “bahagia itu sederhana,” tapi Dabeom tak pernah tau harus apa manusia agar ‘bahagia itu’ bisa sederhana.

“Yoonseo, aku harap, aku bisa terbang, karena aku takut, tapi aku nggak punya pilihan, siapa aku menginginkan kebahagiaan?”

— to be continue.

demonycal property.

a/n : izinkan aku announcement kalo disini juga containing gxg couple ya, gatau kenapa randomly aku pick somi x jungwon karena kayanya lucu kalo mereka pacaran, duo girl boss disatukan menjadi penguasa bumi, that’s it.

kalo boleh help advice buat ‘anak cowok yang bully dabeom’ ya, aku butuh pemeran preman lain soalnya, thanks!

No responses yet