Hinandra
6 min readJan 16, 2024

ECCEDENTESIAST : Monster.

Ahn Jiho mulai ingin tau tentang hidupnya sebelum terbangun dari koma. Semua yang ia lupa, Jiho ingin mengingatnya. Hyunho membawa keresahannya ke ruangan Chanyoung, memberi tau bahwa Jiho mulai bertanya lebih banyak hal perihal masa-masa yang ingin ia ingat kembali, Yoonseo dan Wooram yang mengatakan itu pada Hyunho.

Jika saja sederhana, Hyunho tak akan sampai meninggalkan kelas demi menghampiri Chanyoung yang hanya diam saat ia ceritakan semuanya, terutama perihal bagaimana antusiasnya Jiho saat bicarakan Kyungjun sebagai topik utama.

“Gimana kalo Jiho inget semuanya?”

“Gimana kalo dia akhirnya inget apa yang terjadi sampai akhirnya koma, dan Eunho, gimana kalo Jiho kecewa karena selama ini kita bohong soal semuanya?”

Hyunho nampak sangat panik ketika Chanyoung balas menatapnya, lalu melepaskan hela napas panjang, “biarin aja,” katanya.

“Maksud — kita semua udah berjuang buat dia aman jauh dari Kyungjun sampai mengubah identitasnya, kenapa dibiarin sia-sia gitu aja, lo gila ya?!”

Keresahan Hyunho berubah jadi emosi, sorot matanya menghakimi Chanyoung tapi ia masih bisa melihat kekhawatiran Hyunho disana, apa yang terjadi pada Jin Dabeom, mengingat Hyunho juga mencintainya, Pria itu trauma.

Chanyoung pun sama, tapi siapa dirinya kalau memang yang dicinta Dabeom hanyalah Kyungjun seorang?

“Yoon Chanyoung!”

Hampir Hyunho gebrak meja tapi Chanyoung kembali menghela napas sebelum menatap penuh pada potret dirinya bersama Jiho dan Eunho di layar ponsel. Hyunho membawa pandangannya fokus pada musuh yang kini menjadi sahabatnya itu.

“Apa yang terjadi tiga tahun lalu ngajarin gue soal egoisme, Ho, karena keegoisan Kyungjun berakhir nambah luka di hidup Dabeom dengan cara yang paling sakit dengan bertingkah seolah peduli bahkan jatuh cinta, Dabeom nyerah dan bunuh diri, itu pilihan dia.”

“Tapi kita juga egois, Ho.”

Tubuh tegak Hyunho merosot hingga bersandar payah di sofa, Chanyoung terkekeh dengan selipan getir disana.

“Hidup adalah penderitaan bagi Dabeom, tapi kita egois dan berusaha supaya dia tetap bertahan, kita sama Kyungjun sama aja, tapi caranya beda.”

“Young….” lirih Hyunho kemudian.

Chanyoung menatap lurus keluar jendela, langit biru dengan hamparan awan putih yang selalu membuatnya ketakutan, dibalik wajah datar dan kerut alis nan dingin itu, Chanyoung menyimpan trauma yang sama dengan Hyunho.

“Siapa kita berhak menentukan hidup Jiho?”

Tertunduk Hyunho kemudian, hatinya serasa diiris dengan silet, perih.

“Cukup Dabeom yang tersiksa karena keegoisan kita semua, Jiho jangan.”

Chanyoung menyeka air matanya saat Hyunho terus menghela napas rusuh demi menahan emosi dalam dadanya.

“Pelan-pelan gue bisa relain Dabeom sampai akhirnya Jiho udah gue anggap adik gue, tiga tahun gue lihat sendiri gimana kita semua berusaha jagain dia, gimana lo jagain dia, tiga tahun dan gue percaya sama ‘lo, Young.”

“Mau dia Jin Dabeom atau Ahn Jiho, gue tau lo mencintai Dia.”

“Gue ngerti lo mau dia bahagia tapi, jangan, Young.”

Dengan raut tulusnya menatap Chanyoung yang tak menduga ia akan mendengar ini dari seorang Jang Hyunho.

“Jangan lepasin Dia buat orang lain.”

Chanyoung menunduk, hatinya berteriak, ia bisa saja membawa Jiho terbang kembali ke Amerika tapi ia tak sanggup sebab terlambat, Jiho sudah terlanjur bertemu dengan Kyungjun, membawanya pergi sekarang hanya akan menyiksa Jiho dalam labirin rumit dalam ingatannya yang ingin semua memori kembali, utamanya perihal Ko Kyungjun yang tak ia sadari saat ini sedang dicarinya.

“Perjuangan kita bakal sia-sia kalo lo lepasin Dia, Young.”

“Ngga ada perjuangan yang sia-sia, cintanya Dabeom cuma Kyungjun, kita mungkin bisa membangun Ahn Jiho, tapi kita gak bisa meruntuhkan Ko Kyungjun dari hati dan ingatan Dabeom.”

“Tapi lo cinta sama dia, Yoon Chanyoung!”

Keresahan Hyunho berubah jadi amarah, emosinya lepas begitu saja dan Chanyoung hanya mampu mengangguk bak seorang pengecut yang tak berdaya.

“Selamanya, Ho.”

“Gue mencintai Jin Dabeom, bahkan meski dia gak akan bisa selamanya sama gue.”

Jiho melihat seorang Maid lewat di ujung lorong membuatnya bergegas mengendap-endap menjauh dari ruangan Chanyoung.

Termenung di lift yang mengantarnya turun, memikirkan apa yang ia dengar dari Chanyoung dan Hyunho tadi.

“Siapa Jin Dabeom?”

Tanpa sadar meremas kemeja yang ia kenakan di bagian dada sebab tiba-tiba sesak terasa, debar jantungnya pun berbeda, degup yang membuatnya sedikit pusing sampai harus sandarkan tubuhnya di dinding lift dan menatap pantulan wajahnya di cermin.

Menatap sepasang matanya sendiri dari sana, “Chanyoung mencintai orang lain?” ujarnya penuh tanya.

Seketika pertanyaan demi pertanyaan berputar di kepalanya, pusing itu semakin jelas terasa hingga buatnya menutup mata, “Chanyoung, mencintai orang lain,” ujarnya terbata.

Dalam perjalanan menemui Kyungjun, Jiho terus berpikir dan berasumsi yang tak bisa ia kendalikan, banyak sekali hal yang ia pertanyakan setelah mendengar obrolan Chanyoung dan Hyunho tadi, rasanya seperti mimpi.

Chanyoung tak cemburu Jiho pergi menemui Kyungjun, sebab Chanyoung tak pernah mencintainya?

Lalu kenapa Pria itu tak memilih bersama Jin Dabeom?

Apa karena Eunho? Chanyoung meninggalkan Jin Dabeom karena terpaksa sebab ia harus bertanggung jawab atas kehadiran Eunho?

“Jiho!”

Langkahnya terhenti tepat sebelum menyebrang jalan yang masih ramai, lalu Kyungjun menariknya mundur dan menatapnya naik dan turun, memeriksa apakah Jiho terluka tapi tatapan Pria itu jatuh pada raut linglung Jiho.

“Kamu kenapa? kamu sakit?”

Reflek Kyungjun menangkup wajah Jiho, tatapan mata mereka bertemu dan malah membuat Jiho semakin pusing, jantungnya terus berdebar semakin ribut, menatap mata Kyungjun dengan raut khawatirnya membuat Jiho rasa sesak dadanya makin gila pula pusing di kepala.

“Jiho?”

“Kamu denger Kakak?”

“Hey, Ahn Jiho?”

Kyungjun yang panik menyadarkan Jiho dari jerat lamunan, bibirnya kelu untuk beberapa saat, tapi begitu menunduk ‘tuk lepaskan hela napas, Jiho berhasil melarikan diri dari ketegangan, “Kak Kyungjun,” panggilnya.

“Iya?!” panik empunya nama.

Jiho malah menyengir hingga matanya senyum, “aku laper banget, ayo cari makan?” ujarnya polos hingga Kyungjun hampir meninju tiang lampu jalan tapi ditahan.

“Haaah, yang bener aja kamu, Jiho,” ujarnya gemas, kedua tangannya hampir meremat pipi Jiho, tapi ditahan lagi.

Jiho meringis tapi kemudian tergelak tanpa dosa, “aku lupa sarapan tau, ayo cari makan siang,” katanya.

“Kamu buat Kakak khawatir, Kakak pikir kamu kenapa-napa!” ujar Kyungjun resah sekali nampaknya.

Tangan Jiho menepuk bahu Pria itu, lantas terkekeh, “aku nggak apa-apa, maaf ya bikin Kakak khawatir, tapi aku beneran laper banget sampai kaki aku lemes kaya jelly,” katanya.

“Mau Kakak gendong nggak?”

“Aku berat.”

“Bahkan meski berat, kamu keliatan sakit tadi, Kakak percaya kamu laper beneran.”

Jiho tersenyum kecil, Kyungjun manis sekali, ia selipkan tangannya di lengan Kyungjun dan memutar tubuh Pria itu, menggiringnya untuk berjalan mencari tempat makan.

“Aku masih bisa jalan tapi kita harus cepet, aku dan anakku udah laper banget!” ujarnya menepuk perut.

Kyungjun sensitive perihal poin ini, “anakmu?” tanyanya, lirih.

“Eum, cacing-cacing di perut!” ujar Jiho dengan cengiran khas yang membuat matanya tersenyum.

Gemas.

Hari ini tertulis di daftar fiksional khusus, sederhana tapi Kyungjun kembali jatuh cinta.

Pada Ahn Jiho.

“Dimana Eunho? sama Wooram lagi?”

Jiho menunda kunyahannya demi menjawab, “sama Yoonseo,” dengan pipi kanan dan kiri penuh makanan membuat Kyungjun mengepalkan tangan di bawah meja, menahan gemas.

Andai ia bisa melahap Jiho alih-alih menikmati makanan di piringnya.

“Eunho punya banyak orang tua, semua yang asuh Eunho punya panggilan sendiri-sendiri,” ujar Jiho setelah menelan makanannya, menatap Kyungjun yang pandanginya dengan raut lembut dan selalu antusias mendengarnya cerita.

“Iya? seru dong, Eunho dicintai banyak orang.”

“Eum, Eunho punya Dadda Junhee dan Mama Yoonseo, bahkan Kak Jinha sekarang mau dipanggil Papi sama Eunho, Juwon dipanggil Mami, aneh banget memang mereka itu, pantes cocok.”

Kyungjun terkekeh, andai semua tak berakhir seperti ini, “Hyunho?” tanyanya.

“Daddy, Wooram Papa.”

“Chanyoung, Ayah?”

Kyungjun tak memantik rasa sakit, ia hanya senang karena Jiho nampak ceria saat menceritakan Eunho, tapi kali ini ada jeda dengan binar mata redup Jiho menjadi pusat atensi, beberapa detik yang membuat Kyungjun gugup setengah mati, tapi kemudian Jiho mengulas senyum dan mengangguk.

“Itu kata pertama yang Eunho bisa, walaupun Chanyoung selalu sibuk dan hampir setiap hari ketemu Eunho cuma pas tidur dan sarapan, kata pertama Eunho itu ‘Ayah’ sambil nangis karena mimpi buruk.”

Kyungjun terkekeh walau hatinya sakit bukan main, membayangkan Jiho, Eunho dan Chanyoung tidur di satu ruangan yang sama, tidur di atas satu kasur besar yang sama, membagi setiap malam sampai pagi bersama.

“Monster.”

Dalam redupnya binar mata Jiho, Kyungjun menatap penuh tanya kala mendengar kata itu, “Monster?” ujarnya.

Jiho mengangguk, “orang lain akan menjadi pahlawan untuk mengusir Monster dalam mimpi buruk anaknya, tapi Chanyoung bilang, ‘ayah adalah Monster yang lebih kuat dan besar, Eunho, Ayah akan buat Monster di dalam mimpimu kalah, mereka akan jadi teman-temanmu, mereka akan bantu ayah menjagamu,’ gitu.”

Seketika itu Kyungjun merasakan de javu, pada malam di puncak atap rumah sakit, saat ia menarik Dabeom dari jatuh, saat ia meneriaki Dabeom dan bertindak seolah ia adalah Pahlawan yang mengusir Monster yang rusuh dalam kepala Dabeom, saat itu, saat dimana Dabeom menyebutnya ‘Ayah’ dengan segenap harapan untuk sebuah perlindungan.

Saat itu, Kyungjun adalah Monster yang sesungguhnya.

— to be continue.

demonycal property.

No responses yet