ECCEDENTESIAST : Maze of Wounds.
Bertanya pada siapapun tak akan ada yang tau kenapa Kyungjun rela mengendap-endap seperti seorang penguntit hanya untuk melihat Dabeom dari jauh, padahal dirinya sendiri yang membawa anak itu ke rumah sakit ini.
Bahkan Kyungjun rela dipukuli karena masuk toilet wanita demi menghindari Junhee dan Yoonseo saat mereka pergi, Kyungjun masih disana, duduk seperti orang bodoh di lantai hingga malam datang dan dini hari menjelang, mengintip dari kaca jendela dan Dabeom masih terlelap bersama Dua penjaganya yang meringkuk saling memeluk di sofa.
Kyungjun pun tak pernah mengerti dirinya sendiri, jadi jangan tanya mengapa dengan bodohnya biarkan satu malam untuk bermalas-malasan di akhir pekan ia habiskan untuk menatap seseorang yang sedang lelap dalam tidurnya.
“Ngapain, Mas?”
Seorang Dokter tiba-tiba muncul, ah, Dokter Jung yang menangani Dabeom, “masuk, ngapain ngintip-ngintip? nanti dikira pencuri loh,” katanya.
“Dok… heheh,” Kyungjun lupa bawa otaknya saat datang, jadinya bodoh.
Dokter Jung hanya terkekeh pelan, “Jin Dabeom itu siapamu?” tanyanya.
“Temanmu?”
Kyungjun malah planga-plongo.
“Melihat keadaannya cukup mengkhawatirkan, dia tidak menangis sama sekali waktu diobati, walau sudah dibius, saat sampai disini pun dia seperti tidak kesakitan, meski akhirnya dia pingsan, sepertinya itu karena tubuhnya yang sudah tidak kuat, tapi aneh rasanya luka sebanyak itu dia tidak menangis,” kata Dokter Jung.
“Banyak-banyak diajak ngobrol ya temanmu itu, jangan sampai dia terluka lagi seperti tadi, saya masih ingat kamu menangis waktu menunggu dia diobati,” ujar sang Dokter sebelum tersenyum kecil dan menepuk bahu Kyungjun dan berlalu.
Wah…. Kyungjun menangis? dilihat orang? dan bahkan ia sendiri tak sadar? Ajaib.
“Anjing, ni pasti gue udah gila.”
Tapi tepat setelah mengumpati dirinya sendiri, Dabeom bangkit dan kebingungan Kyungjun berubah menjadi amarah ketika dengan sekali tarik bocah itu melepas infusnya.
Kyungjun bersembunyi di belokan lorong, mengintip Dabeom yang keluar dari kamarnya dan Somi serta Jungwon masih tertidur saat Kyungjun menyusul.
Dabeom terus berjalan, seperti Zombie yang hilang akal, langkahnya tak bersuara, darah dari luka infus mengotori lengan piyama rumah sakit yang dikenakannya.
Ingin Kyungjun tarik dan marahi anak itu habis-habisan tapi entah mengapa kakinya tak bisa diajak kompromi, terus melangkah pelan mengikuti Dabeom hingga adegan mengintip melalui celah dari pintu rooftop kembali terjadi.
Jin Dabeom yang menangis dan Ko Kyungjun yang diam tak berdaya.
Pengecut luar biasa, walau seluruh darahnya terasa mendidih saat itu, detak jantungnya keras hingga rasa bisa terdengar telinga, Jin Dabeom membawa tubuhnya naik ke pembatas rooftop dan merentangkan kedua tangannya seolah tanpa sedikitpun rasa takut dengan ketinggian.
Dan persetan!
Kyungjun melangkah masuk, biarkan dingin menampar keras wajahnya yang memerah sebab emosi meninggi.
“Ko Kyungjun.”
Dan langkahnya terhenti.
Angin membuatnya mampu mendengar suara Dabeom, dari belakang berjarak beberapa langkah besar, Kyungjun terdiam kaku.
“Yoonseo, aku harap, aku bisa terbang, karena aku takut, tapi aku nggak punya pilihan, siapa aku menginginkan kebahagiaan?”
Kyungjun marah.
Rasanya ia benci, benci setengah mati dengan dirinya sendiri.
Tapi ia tak punya banyak waktu untuk hal lain selain —
“Jin Dabeom!”
Kyungjun tak peduli meski Dabeom akan semakin membencinya kali ini.
Sret! Brugh!
“Aakh!”
“Lo udah gila ya?!”
Dabeom jatuh menimpa tubuh Kyungjun yang menariknya, bentakan terdengar keras di telinga hingga gema suara-suara jahat menyusul memenuhi kepala.
“Haahh….” Dabeom menyingkir untuk bersimpuh dan menutupi telinganya, Kyungjun melihat itu panik.
“Dabeom?”
“Pergi… pergi! HAAARGHH!!”
“Da-Dabeom!”
Kyungjun meraih bahu Dabeom tapi anak itu menyeret dirinya mundur.
“PERGI!!”
“PERGI! AKU GAK MAU MATI!!”
“AKU BUKAN ANAK SIAL!!”
“PERGI! PERGI, TOLONG… PERGI DARI KEPALAKU!!”
Kyungjun bingung setengah mati bagaimana caranya menghadapi Dabeom yang tantrum, Kyungjun mulai super panik saat anak itu menjambak rambutnya hingga tanpa sengaja mencakar luka di dahinya hingga kembali berdarah dan terus berteriak dalam tantrumnya.
“Dabeom!”
“SADAR, JIN DABEOM!”
Sebuah guncangan membuat Dabeom tersentak ditambah seruan Kyungjun tepat di depan wajahnya.
Kedua tangan besar Kyungjun merambat menangkup wajah Dabeom yang penuh luka, matanya menyorot penuh derita, air matanya hadir tak bersuara, namun rasanya Kyungjun bisa turut mendengar berisik dalam kepala Dabeom kala dibuatnya anak itu diam dan hanya menatapnya penuh pula dengarkan hanya pada suaranya.
“Jin Dabeom.”
Kyungjun meraih Dabeom ke dalam pelukannya, saat ia sakit semasa kecil dulu inilah yang dilakukan Ayah untuknya saat mimpi buruk.
Berbisik di telinga Dabeom, “tenang, kamu nggak akan mati,” katanya seraya mengeratkan pelukan, meyakinkan Dabeom bahwa ia tak sendirian melawan riuh dalam kepalanya.
“Kamu nggak akan sendirian lagi, Dabeom,” Kyungjun sesak setengah mati, bingung harus menyebut dirinya bagaimana tapi demi apapun, Dabeom membalas pelukannya, anak itu menyandarkan tubuhnya pada Kyungjun.
“Aku takut, Ayah.”
Kyungjun pernah melawan sekumpulan preman sendirian dan rasanya tidak sampai separah ini, demi nama Tuhan yang jarang sekali Kyungjun ingat, entah Dabeom tidak mengenalinya dan berpikir ia adalah Ayahnya, atau memang Dabeom menyembutnya ‘Ayah,’ sesak di dada Kyungjun luruh menjadi air mata.
“Monster di dalam kepalamu udah pergi, dan… Ayah disini.”
“Ayah.”
“Ya?”
Kyungjun takut, takut sekali Dabeom hilang dari erat rengkuhannya ini.
“Pusing.”
Dan sepanjang hidupnya yang klise, hanya Jin Dabeom yang berhasil membuat seorang Ko Kyungjun menangis dan tertawa di waktu yang sama.
“Ayo masuk.”
Kyungjun membawa Dabeom ke gendongannya tanpa diminta, bocah besar yang terlampau ringan baginya itu melingkarkan kedua lengannya di leher Kyungjun, menutup mata dan menyandarkan kepala di bahunya.
Kyungjun mungkin sudah gila dan terserah, jika dengan menjadi gila bisa membuatnya lebih dekat dengan Dabeom, maka selamat tinggal kewarasan.
“Ayah.”
Kyungjun berhenti tepat saat berbalik, Dabeom kembali bersuara dan sepasang mata Kyungjun bertemu dengan raut resah nan lelah Somi yang datang bersama Jungwon.
“Ya?”
“Jangan pergi, malam ini aku nggak mau sendiri.”
Mengabaikan raut bingung Somi dan emosi pekat pada sepasang jelaga Jungwon, Kyungjun membawa Dabeom turun dan kembali ke ruang rawatnya.
“Apa-apaan itu?!”
Somi berjengit kaget sewaktu Jungwon berseru kesal.
“Sayang…”
“Shut up! Kita capek cari Dabeom keliling tapi dia ada sama Kyungjun? dan apa tadi aku gak salah denger?! what’s up with that ‘Ayah’ thingy, huh?!”
Somi takut kalau begini…
“Jungwon, kita nggak tau apa yang terjadi sama mereka, ‘kan? lebih baik sekarang kamu telan dulu emosimu dan kita liat Dabeom ke ruangannya, jangan sampai Kyungjun macem-macem, ya?” tapi demikian usahanya mencoba meredakan amarah sang pacar dan merangkulnya turun.
Hanya untuk menemukan Dabeom yang ditangani oleh Dokter dan perawat dengan tangan kanan yang menggenggam jari telunjuk Kyungjun.
“Apa ini sakit?” tanya Dokter.
Dan Dabeom mengangguk, dengan bibir manyun dan sepasang mata melas nan basah, dia menangis, “sakit….” katanya ketika Dokter mengobati luka infusnya.
“Siapa suruh nakal, uhm?” ujar Dokter Jung dan Perawat terkekeh gemas melihat tingkah Dabeom.
Yang malah membuat Somi dan Jungwon shock berat.
“Maaf, Dokter…” ujar Dabeom dengan nada super sedih yang malah membuat semua ingin mencubitnya.
Bahkan Somi harus mati-matian menahan pekikan sebab Jungwon bisa saja langsung membantainya kalau heboh disaat yang tidak tepat.
“Sekarang istirahat, jangan nakal lagi, ya, Dabeom?” kata Dokter Jung, lalu membagi pandang pada Kyungjun yang menatap lekat pada bocah nakal yang tak melepas telunjuknya barang sedetikpun.
Impressive.
“Janji, Dokter.”
Bahkan ada adegan pinky promise dengan Dokter bernama lengkap Jung Yihyun itu. Sungguh menakjubkan.
Semua terlalu tiba-tiba untuk Jungwon, Somi dan bahkan Kyungjun sendiri.
Dabeom kenapa, ya?
“Tolong jangan dimarahi ya, nanti Dabeom bisa tantrum kalau ditentang,” ujar Dokter Jung pada Jungwon dan Somi.
“Baik, terimakasih Dokter Jung.” Kata Somi membungkuk sopan.
Dokter dan perawat undur diri, Somi dan Jungwon mendekati.
Dabeom terus menggenggam telunjuk Kyungjun dan memejam, sepertinya mulai mengantuk karena obat penenang yang Dokter berikan melalui infusnya.
“Kyung — ”
“Ssstt…”
Kyungjun balas menatap Jungwon yang hendak bicara, “gua tau lo punya banyak pertanyaan buat gua tapi bisa tahan dulu nggak?” katanya datar tapi menusuk. Tipikal Ko Kyungjun sekali.
Somi di antara dua orang itu siap menjadi wasit.
“Setidaknya tunggu sampai anak ini bener-bener udah tidur.”
Kyungjun memutus tatapannya demi memusat atensi pada Dabeom.
Ibu jarinya bergerak mengelus lembut tangan Dabeom yang genggam telunjuknya, sembari menatap penuh pada eksistensi lemah yang akhirnya kembali lelap direngkuh alam bawah sadarnya itu.
“Lo nggak tau sesakit apa rasanya liat Dia ngelawan suara-suara berisik di kepalanya.”
Jungwon menunduk seketika, amarahnya berubah menjadi air mata. Entah karena hatinya sakit melihat Dabeom atau justru kata-kata Kyungjun yang terasa sangat tulus.
“Lo nggak tau sesakit apa rasa bersalah gua karena jadi alasan dia harus ngalamin ini semua.”
Dan jika Kyungjun adalah sebuah Labirin, barangkali Dabeom adalah Bocah yang tersesat di dalamnya. Terjebak pada enigmatisme yang bahkan tak mampu Kyungjun pahami.
Tapi kalaupun begitu adanya, Kyungjun sendiri yang akan memastikan tak ada orang lain yang terjebak dalam Labirin itu, ia sendiri yang akan memastikan Jin Dabeom baik-baik saja berada dalam perlindungannya.
“Everything is fine, you are not alone, Daddy is here for you.”
— to be continue.
demonycal property.