Hinandra
7 min readJan 1, 2024

ECCEDENTESIAST : Lee Yoonseo.

Yoonseo enggan terkejut saat pukul sepuluh kakinya menginjak lantai ruang rawat Dabeom dan matanya segera bertemu dengan sepasang jelaga Ko Kyungjun.

Junhee dan Yoonseo sudah tau perihal apa yang terjadi dini hari tadi, setidaknya pemberitahuan supaya tidak menciptakan keributan saat datang dan tau-tau ada Kyungjun yang sudah diusir oleh Jungwon tetap tidak mau pulang.

Dan, Yoonseo tidak kaget kalau hal ini memang nyata, Dabeom yang masih saja menggenggam kali ini tangan Kyungjun seutuhnya, masih dalam lelap tidur yang Yoonseo yakin tak pernah ia dapatkan sebelumnya.

“Yoonseo, ini — ”

“Nggak apa-apa,” sela Yoonseo lebih dulu sebelum Kyungjun menjelaskan, nampak ragu kalau dirinya tak akan marah perihal Dabeom.

“Ternyata perasaan nggak enakku kemarin bukan cuma sekedar angin lewat, Dabeom pasti mau coba akhirin hidupnya lagi, ya?”

Kyungjun mengangkat pandang, menatap Yoonseo yang terkekeh walau matanya sarat akan kesedihan, “gimanapun cara kamu menyelamatkan Dabeom kemarin, terima kasih ya, Kak Kyungjun,” katanya kemudian.

Junhee memantau dari jauh, di belakangnya ada Somi yang mencoba menenangkan Jungwon, lagi.

Ya, maklum saja, keberadaan Kyungjun dengan esensi yang tidak menyangkut hal negatif rasanya aneh, terutama dia ada disini untuk Dabeom.

Sungguh ajaib namun Jungwon tak bisa percaya begitu saja.

Kyungjun kembali ke mode pengecut, lidahnya kelu tak menjawab apapun, berada di antara orang-orang yang sudah pasti membencinya kini terasa canggung, Kyungjun yakin mereka akan mengusirnya setelah Dabeom sadar nanti.

Dabeom mungkin akan melupakan apa yang terjadi padanya dini hari tadi.

Dabeom akan melupakan Kyungjun.

“Dia nggak mau lepas ya?” tanya Junhee menunjuk genggaman Dabeom pada Kyungjun.

“Nangis dia kalo dilepas,” ujar Somi. Serius, subuh tadi niatnya Kyungjun mau diintrogasi, tapi begitu genggamannya lepas, Dabeom menangis dan merengek.

“Serius?” tanya Yoonseo.

Jungwon mengangguk dengan raut super kemusuhan pada Kyungjun.

Ya, Kyungjun pun mana tau Dabeom akan menempeli dirinya begini, jangan salahkan Kyungjun dong.

“Orang tuanya kemana?” tanya Kyungjun dengan polosnya.

“Dia sendirian disini, Orang tuanya pisah dan tinggal di luar Negri,” kata Junhee dari jauh, duduk di sofa dan menata makanan.

Kyungjun langsung kaget, “sejak kapan?” tanyanya pada Yoonseo.

“Sejak kelas sembilan, orang tuanya udah ngga ada waktu kelulusan, mulai masuk SMA, Dabeom tinggal sendirian,” kata Yoonseo.

Balasan Kyungjun mengerat pada tangan Dabeom, menatap sepasang mata yang perlahan terbuka lalu kembali tertutup dan empunya menggeliat lalu kaget sedikit sewaktu ruangannya ramai dan terang, sudah pagi.

Dabeom melupakan malam yang sudah lewati.

Junhee yang ikut penasaran menambah lagi orang yang berdiri di sisi brankarnya, kecuali Kyungjun yang duduk di kursi.

Takut, bersiap menerima kenyataan setelah ini ia akan diusir.

“Bangunin,” kata Junhee dari ujung brankar, sewaktu Dabeom hendak duduk tapi susah.

Dengan terpaksa genggaman harus terlepas, walau canggung Kyungjun meraih Dabeom dan bantunya duduk, menepuk punggungnya yang membuat anak itu termenung sejenak menghayati setiap kali telapak tangan Kyungjun menyentuh punggungnya.

“Masih pusing nggak?” tanya Somi. Degdegan sekali, selalu siap menjadi wasit andainya Jungwon menggebuki Kyungjun setelah ini.

“Dabeom?” Yoonseo menyentuh lengan sobatnya itu dan meraih atensinya.

“Laper nggak?” tanya Junhee, menahan gemas melihat bocah babak belur linglung itu.

Dari semua yang tegang, ada Kyungjun yang menahan napas nyaris pingsan.

“Laper, heheh….”

Semua langsung berhamburan buang napas sambil usap dada, takut Dabeom tantrum atau apa, malah tersangka pembuat resah pagi-pagi itu cengengesan tanpa dosa.

Kurang ajar.

Kyungjun sampai mengumpat dalam hati.

“Mau kemana?”

Kyungjun berhenti berjalan saat Dabeom menarik-narik ujung jaketnya.

Tolong, Kyungjun belum siap diporakporandakan oleh bocah nakal itu sepagi ini.

“Pulang?” jawabnya ragu.

Yoonseo melihat interaksi canggung nan malu-malu itu dengan selip senyum tipis.

“Yaudah sana.”

“Gua pikir mau ditahan….”

“Mau?”

“Apa?”

“Ditahan?”

Bukannya menjawab, Kyungjun malah berbalik dan berdiri tegak di sisi brankar Dabeom, menatapnya lekat-lekat.

“Apa?” tanya Dabeom, nampaknya biasa tapi dari jarak sedekat itu, Kyungjun tau yang merah bukan hanya bekas luka di sudut bibirnya saja.

Bolehkah Kyungjun berharap rona itu karena dirinya?

“Setidaknya bilang ‘makasih’ ke gua.” Katanya.

Kyungjun mengangkat telapak tangannya tepat ke depan wajah Dabeom, “tangan gua kesemutan lo genggam semalaman, lo enak tidur disini dan gua duduk di kursi sampai — ”

“Lo juga mau tidur disini?”

Kyungjun bungkam, rona merah dari wajah Dabeom seakan menular padanya hingga berbalik dengan rusuh meremas udara dan mengumpat bodoh disaksikan oleh Junhee, Yoonseo, Somi dan Jungwon.

“Lo — Haah! udahlah!” Kyungjun gemas sampai hampir menangkup wajah Dabeom untuk dia gigit pipinya, tapi tidak!

Takut bocahnya menangis, bahaya lagi hidup Kyungjun, jadilah dia pergi saja.

“Mau kemana?!” seru Yoonseo.

“Toilet, kenapa, mau ikut?!” tanya Kyungjun dengan sensi.

Dabeom melihat itu, senyum terbit bersama matahari, pagi pertama setelah sekian lama terbangun dari tidur, Dabeom dalam suasana hati yang baik dan tidak sakit kepala.

“Demam?”

Telapak tangan Jungwon mendarat di dahi Dabeom, “nggak panas, kenapa mukanya merah banget?” ujarnya resah.

Somi, Junhee dan Yoonseo bagian menghela napas dan geleng-geleng maklum saja, Jungwon mungkin terlalu khawatir sampai tidak bisa sedikit lebih santai.

“Gue nggak demam tau!” kata Dabeom, waktu Jungwon meneliti wajahnya.

“Kok galak? perasaan semalem lembut banget kaya kembang tahu,” ujar Jungwon, masih sensi perkara dini hari tadi.

Dabeom sangat bayi sekali.

Heran, giliran dengannya kok kurang ajar.

“Mamah Jungwon nggak peka,” kata Somi.

“Apasih?!” sinis Jungwon.

Tepat saat Kyungjun kembali, wajahnya sudah terlihat lebih waras dengan rambut panjang yang agak basah.

“Kok balik lagi lo?!” sensi Jungwon pada Kyungjun.

“Ini mau pergi,” kata Kyungjun, meraih ponselnya di atas nakas sebelah brankar Dabeom.

“Marah-marah terus,” cibir Kyungjun membuat Jungwon kesal.

Dabeom diantara mereka terkekeh, seraya meraih pergelangan tangan Kyungjun dan membuat semua orang menatapnya bingung termasuk empunya tangan, Jungwon menatap galak.

Apa lagi ini?!

“Katanya minta ditahan?” ujar Dabeom dengan polosnya pada Kyungjun yang tadinya sudah waras kembali dibuat gila.

“Dabeom!?” Jungwon kelepasan.

Sampai genggaman tangan Dabeom pada Kyungjun lepas, tiba-tiba raut wajah anak itu redup, sepasang mata melas nan berkaca-kaca kembali bersama bibir manyun gemetar menahan desak air mata.

Panik….

“Heh…. eh, jangan nangis, aduuh, maafin… Mamah Jungwonnya enggak sengaja sayangku, ini Mas Kyungjunnya nggak kemana-mana kok, nggak disuruh pergi ini loh, lihat nih orangnya planga-plongo kaya monyet, uluuuhhh, anak besar anak ganteng ngga boleh nangis yaaa,” Somi to the rescue.

Junhee nahan ketawa bersama Yoonseo yang tersenyum simpul menahan geli, barangkali memang Kyungjun yang membuat luka dihati Dabeom hingga detik ini luka itu tak kunjung sembuh, boleh jadi Kyungjun sendiri yang akan mengobatinya dengan cara yang tak terduga oleh siapapun bahkan mungkin Dabeom dan Kyungjun sendiri.

Ya, walau Kyungjun benar-benar planga-plongo menghadapi Dabeom sekarang.

“Udah…. biarin aja mereka daripada Dabeom mewek kita yang pusing,” ujar Somi menarik Jungwon bergabung untuk sarapan.

“Aku marah,” kata Jungwon singkat, padat dan jelas, tapi kemudian menghela napas saat menoleh dan Dabeom sedang dengan santainya memainkan jemari Kyungjun dengan empunya jari menatap lekat anak itu, senyumnya khas seperti nyawa yang pernah Jungwon lihat saat Junhee jatuh cinta pada Yoonseo, dan bahkan seperti Somi saat mendekatinya dulu.

“Seberapa kalipun gue mikirin ini, tetap aneh, gak mungkin! aneh banget, enggak-enggak, ini gila!” Jungwon yang frutasi jadi hiburan pagi itu.

Sementara Dabeom, “sebenarnya gue malu, tapi bisa nggak lo pura-pura nggak inget aja soal — ”

“Bayar.” Sela Kyungjun.

“Pake apa? uang?”

Kyungjun menggeleng, menahan senyum lirik jemarinya jadi mainan si bocah aneh itu.

“Setidaknya biarin gue sembuh dulu, atau paling nggak sampai gue bisa jalan tanpa dibantuin, lo boleh babuin gue lagi.” Katanya.

Ingin rasanya Kyungjun sentil dahi anak itu, tapi ada luka disana, tidak tega. Owww.

“Lo serius ngomong gitu ke orang yang biasanya lo takut banget buat bales tatap matanya?” tanya Kyungjun dengan sok cool.

“Gapapa, tadi gue udah bilang gue malu tapi nanti bisa pura-pura lupain aja semuanya,” kata Dabeom.

Kyungjun sebal sekali, duh, boleh cium nggak ini?

“Enak aja lo main lupa-lupain gitu aja.”

“Ya terus maunya gimana?”

“Yang sopan dong sama Ayah.”

Dabeom merosot hingga bersandar setengah duduk di brankar, menarik telapak tangan besar Kyungjun untuk menutupi wajahnya, malu.

Tolong.

Kyungjun sudah tidak bisa menahan diri.

“Kim Junhee.”

Oh, jangan lupakan eksistensi tanaman hias di ruangan itu — Junhee, Yoonseo, Somi dan Jungwon, maksudnya.

“Gimana?” Junhee mendekat.

“Dengerin gua baik-baik, mumpung lo semua pada ada di sini, depan ni anak aneh, tapi lucu.”

Tiba-tiba semua mendengarkan dengan serius, Yoonseo sampai berdiri di sebelah Junhee.

Dabeom melepas tangan Kyungjun tapi kemudian malah tangannya yang digenggam oleh yang lebih tua, erat sekali.

Wah, gila.

“Gua sendiri ngaku kalo gua bukan orang baik, kata orang gua preman dan gua adalah orang pertama yang bikin Dabeom dirundung satu sekolah.”

Jungwon berdiri dan siap mengamuk tapi Somi menggenggam erat tangannya.

Kompak, tiga pasang saling genggam.

“Gua gak bisa hapus apa yang udah terjadi, tapi gua mau Dabeom sembuh.”

“Gua mau jagain dia, mungkin ini terdengar aneh dan gila atau gak bisa dipercaya, itu hak kalian.”

“Ko Kyungjun!” seru Jungwon menegur.

Tapi Junhee menatap keteguhan itu dari Kyungjun, walau si Preman itu keras tapi Junhee selalu bisa dengan mudah menemukan ambisi dimatanya, Kyungjun bukan seorang yang lemah soal hasrat.

“Di masa lalu sampai kemarin gue memang nggak baik dan gue akui itu, tapi gue bakal usahain yang terbaik mulai sekarang.”

Junhee menatap Dabeom yang menatap Kyungjun, aneh rasanya ada di posisi ini dengan dua orang yang tak pernah mereka duga akan terlibat dalam takdir semacam ini.

“Apa mau lo?” tanya Junhee kemudian.

“Dabeom.” Katanya, seraya menoleh pada empunya nama yang seketika itu pandangan mereka bertemu.

“Gua harus punya hak atas ‘lo untuk bisa jagain lo dengan cara gua.”

Dan sekian tahun bersahabat dengan Dabeom, hingga saat dimana Yoonseo tau kalau anak itu pertama kali jatuh hati, jatuh cinta hingga dikecewakan oleh cinta yang sama, Yoonseo tak pernah bayangkan ia akan sampai pada moment seperti ini.

Ko Kyungjun sang penindas, kini memohon dengan segenap impulsifitas dan hasrat hatinya untuk korban bullynya sendiri.

“Ayo jadi pacar gua, Jin Dabeom.”

— to be continue.

demonycal property.

No responses yet