Hinandra
7 min readDec 29, 2023

ECCEDENTESIAST : Jin Dabeom.

⚠️! PSYCHOLOGY ISSUES.

Melupakan telah sebanyak apa Dabeom berusaha mengakhiri hidupnya sebab telah lelah terpaksa menghadapi cobaan demi cobaan yang sejatinya enggan ia terima, terlalu banyak luka terlukis pada tubuhnya, menjadi permanen untuk mentalnya.

Jin Dabeom sekarat, tapi tak ada yang tau itu kecuali dirinya sendiri. Sebanyak apapun senyumnya dibuat terbit oleh Yoonseo yang akan selalu membantunya, Junhee, Hyunho, Somi dan Jungwon yang menjaganya, Dabeom tetap sendirian tanpa siapapun dalam kepalanya, berisik setiap waktu terutama saat hanya ada dirinya meratap dalam hening.

“Dapet kembalian tadi, nih bocil,” ujar Jungwon memberi dua batang permen untuk Yoonseo dan Dabeom.

“Ouw, terima kasih Kakak Galak!” ujar Yoonseo, menerima permen itu lalu membukakan bungkusnya untuk Dabeom yang murung setelah dirundung pagi-pagi oleh anak kelas dua belas yang sekarang sedang digebuk satu-satu oleh Kakak Junhee yang pemarah sambil dibacoti oleh Kakak Somi.

Sejatinya Dabeom punya banyak sekali Protector, tapi memang yang merundungnya ada lebih banyak lagi, yang mana pasti akan sangat senang bermain dengannya ketika Dabeom sendirian.

Jaket Hyunho yang besar membalut tubuhnya setelah ketumpahan susu basi dan terpaksa harus melepas seragamnya yang bau.

“Jangan sedih gitu, nanti Kak Junhee balik kamu malah dimarahin,” kata Yeonsoo.

“Aku nggak sedih,” kata Dabeom, nyengir.

“Boong banget lu!” kata Jungwon dingin.

“Dabeom,” Junhee pun datang dengan muka marahnya bersama Hyunho yang ketawa di belakangnya, Somi sedang kumat-kamit dengan lipstik berantakan.

“A—”

“Udah disuruh berangkat bareng Hyunho tuh kenapa malah gamau sih, hah?!” amuk Somi sampai muncrat, Jungwon yang kena.

“Maaf,” kata Dabeom, “orang udah bilang gue ada piket jadi harus pagi-pagi banget,” alasannya.

“Tapi mending lo telat daripada dirundung lagi!” kata Junhee, marah-marah terus emang cowoknya Yoonseo ini.

“Justru kalau sampai gue telat nanti makin dibully sekelas, Kak,” kata Dabeom, jengah.

Dia sendiri pun tidak tau bagaimana caranya supaya berhenti dibully padahal ada Junhee, Hyunhoo, Jungwon dan Somi yang galaknya demi apapun, tetap saja Dabeom dirundung terus, heran, tak takut apa ya sama empat penjaga Neraka itu? Dabeom saja takut. Tidak terbayang bagaimana kalau mereka yang bully Dabeom, bisa langsung sekarat beneran itu.

“Kan ada akuu, nanti kalo diapa-apain biar aku yang pukul!” kata Yoonseo.

“Ada juga elu yang nanti ikut kena pukul!” kata Somi, gedeg tapi gemas, ingin ketekin Yoonseo rasanya.

“Tapi lo nggak apa-apa ‘kan? dipukul nggak tadi?” ujar Hyunho, dibalas anggukan aja sama Dabeom, walau rasanya ingin meletus sewaktu Hyunho menangkup wajahnya.

“Cuma disiram doang, kalian keburu dateng,” kata Dabeom.

“Udah disiram pake doang,” cibir Somi, julid betul bah.

“Besok aku tungguin dulu deh di gerbang!” kata Yoonseo.

“Gausah, nanti kamu ikut kena,” kata Dabeom.

“Mereka ngga akan berani soalnya ada Kak Junhee nanti mereka yang kena mental kalo sampe apa-apain aku,” ujar Yoonseo, sombong amat bocil satu ini.

“Kata gue mending kalian jadian aja, biar nanti kaya Junhee Yoonseo, gak akan ada yang berani apa-apain lo kalo ada Hyunho,” kata Jungwon, sederhana tapi Hyunho salting dan Dabeom ingin kabur.

“Ide bagus, Sayang,” kata Somi, Jungwon senyum kecil aja.

Hyunho disenggol Junhee, Dabeom malah nunduk aja sok gak denger padahal hampir keselek mangkok bakso.

“Cieeee, pipinya merah, cieeee!” goda Yoonseo sambil noel-noel pipi Dabeom yang gemoy itu.

“Diem,” kata yang lagi salting mampus.

“Cobain aja dulu, kalo berhasil, terusin,” kata Junhee.

Hyunho sih mau-mau aja, dua kali genap dia mencoba meraih Dabeom untuk berada dalam perlindungannya atas nama ‘pacar’ seperti Junhee untuk Yoonseo atau Somi untuk Jungwon, tapi Dabeom menolak.

Karena, Dabeom merasa orang seperti dirinya tak pantas untuk memiliki ataupun dimiliki siapapun.

Tapi keceriaan itu disaksikan penuh oleh Kyungjun dari jarak beberapa meja di kantin yang sama, bersama Jinha dan Seungbin, menatap serius pada meja dimana Yoonseo sedang mencubit pipi Dabeom sampai anak itu kesal lalu yang lainnya tertawa oleh tingkah dua bocah itu.

“Diliatin terus gak akan bikin dia jadi pacar lo, Bang.”

Kyungjun kaget, begitu pula Jinha dan Seungbin yang melongo saat Wooram datang dengan susu coklatnya lalu duduk di sebelah Kyungjun.

“Hah?” Jinha loading.

“Maksud lo?” tanya Kyungjun, dibalas cengiran Wooram.

“Gue tau kok lo ngeliatin siapa,” katanya.

“Siapa, heh?!” Seungbin kepo.

Wooram tunjuk dengan dagunya, menolehlah Jinha dan Seungbin ke belakang jauh sana.

“Yoonseo?” tanya Jinha.

“Bukan, Bang,” kata Wooram.

“Terus? …. Dabeom?” Seungbin kebetulan sudah 4G, sementara Jinha masih 2G.

Wooram ngangguk saja, “sejak kapan, Bang?” ujarnya setelah nyikut Kyungjun yang terdiam.

“Heh, serius?!” Jinha terngaga, bodoh.

“Kenapa ini bagaimana bisa, Jun?” kali ini Seungbin satu pemikiran dengan keheranan Jinha.

Melihat reaksi Kyungjun yang memang mudah sekali dibaca, memang kebetulan orangnya juga sangat santai dan blak-blakan.

“Gatau,” jawab Kyungjun.

Wooram terkekeh, “lo tau nggak kalo Bang Hyunho suka sama Dabeom?” tanyanya.

“Ebuset ini serius ‘lu naksir Dabeom, Jun?” tanya Jinha masih belum puas, dan yang berisik banget itu membuat sekitar memperhatikan mereka.

Termasuk orang-orang meja Dabeom.

“Bacot bener lo, goblok,” kesal Seungbin waktu Kyungjun macam ingin tembak mati kawannya itu.

Tapi Dabeom menatapnya, Kyungjun yang terpaku dengan rahang mengeras begitu seperti dengan sengaja Hyunho meletakkan lengannya di bahu Dabeom dan menyeringai ke arahnya.

Satu pekan berlalu sejak acara karyawisata dan Kyungjun tak seharipun melupakan agenda memperhatikan Dabeom dari kejauhan, sebab setiap saat rasanya sulit menghapus scene menangisnya Dabeom di atap malam itu.

“Gausah berharap, Bang, mending lo tau diri deh lo kaya gimana, berani-beraninya lo suka sama Dabeom.”

Dan Wooram berlalu begitu saja setelah berkata pedas membuat Jinha dan Seungbin kaget, menyesal telah berpikir Wooram mendukung Kyungjun, iya kalau memang benar kawannya itu menyukai Dabeom.

“Lah… aneh tu bocah!” komen Jinha.

“Gue pikir dia mau bantu,” kata Seungbin.

“Lagian itu gak bener, gue gak suka sama dia.” Kata Kyungjun dengan tatapan maut.

“Gak suka sih gak suka, ya, tapi itu kalengnya penyok, Jun,” kata Jinha gemetar, melihat kaleng minuman di tangan Kyungjun.

Tang!

Kaleng terlempar keras ke lantai dan Kyungjun berlalu dengan raut seramnya, wah yang katanya tidak suka.

Sepulang sekolah Kyungjun menghampiri Dabeom hanya untuk menyeretnya ke Lapangan Basket indoor dan menyuruhnya merapikan semua bola basket yang jumlahnya puluhan dan berserak sembarang di lapangan yang luas, yang mana hanya ada dirinya dan Kyungjun disana.

“Lo yang dihukum kenapa gue yang beresin sih?” ujar Dabeom raut protesnya.

“Lakuin aja kenapa sih, lo mau ni bola basket kena kepala lo satu-satu?!” ancam Kyungjun dengan arogan.

Duagh!

“Aak!”

Lemparan bola mengenai bahu Dabeom, sakitnya luar biasa sebab tepat pada lebam yang masih belum sembuh disana.

Kyungjun mendekat dan—

“Mau apa?!”

“Diem.”

“Lo yang diem! gausah sentuh-sentuh, Ko Kyungjun!”

“DIEM!”

Dabeom tersentak dan terdiam, begitu Kyungjun berteriak di depan wajahnya dan menyentak zipper jaket Hyunho, melepasnya dengan paksa dari tubuh Dabeom.

“Lo mau apa sih, Kyungjun?!”

“Yang sopan.”

“Lo bahkan—”

“Udah berani lo sama gue?!”

Dabeom mundur dan menelan ludah berat, emosinya juga sedang tidak stabil sore ini dan Kyungjun mulai berulah disaat yang sangat tidak tepat.

“Kenapa bahu lo?”

“Lo lempar bola ya sakit lah!”

“Harusnya gak sesakit itu, sini liat.”

Dabeom mundur, saat Kyungjun hendak meraihnya, kaos putih yang ia kenakan basah di bahu yang tadi kena lemparan, lukanya mungkin kembali terbuka.

“Darah?”

“Bu-bukan…”

“Liat, sini.”

“Gausah!”

“Liat atau lo gue telanjangin disini?!”

Kyungjun menarik tangan Dabeom yang menutupi bahunya, melihat darah mengotori fabrik putih itu.

“Kenapa bisa separah ini?”

“Apa peduli lo?!”

“Tinggal jawab, gausah balik tanya.”

“Lo yang bikin ini luka lagi!”

“Lepas!”

Tangan Kyungjun dihempas lepas dari memegangi lengan Dabeom, bocah itu mulai memunguti bola dan dimasukan ke dalam keranjang di sudut lapangan.

Kyungjun berlari ke sudut lain dan membuang jaket Hyunho ke dalam tong sampah, lalu kembali dan melepas jaketnya sendiri.

Dicegatnya Dabeom yang hendak mengambil bola lagi, “pake ini,” katanya memaksa.

Jaketnya ditolak, “gausah,” kata Dabeom.

“Jin Dabeom.”

“Haish!”

Jaket dengan aroma khas Ko Kyungjun membalut tubuhnya, sebelum berakhir memunguti bola lagi, Kyungjun kembali menyeretnya, mencengkram pergelangan tangannya yang juga terluka, hingga saat sudah tak lagi mampu menahan, tepat di lobby sekolah yang sepi, Kyungjun berhenti oleh sentakan Dabeom yang kemudian meringis memegangi pergelangan tangannya.

Kyungjun terkekeh, berhasil membuat Dabeom mengakui rasa sakit yang ada pada tubuhnya, “entah dimana lagi luka di badan lo,” katanya.

Dabeom mengangkat pandangannya, bertemu dengan wajah kesal Kyungjun.

“Kecil.” Panggilnya.

Dari semua hal yang tak akan pernah mampu Dabeom pahami dalam hidup, hanya Ko Kyungjun dan enigmatisme dalam kepalanya yang amat sangat sulit untuk Dabeom mengerti.

“Lo apain gue, Dabeom?”

Harusnya Dabeom yang bertanya, ada apa dengan Kyungjun hari ini?

“Kenapa gue gak bisa berhenti mikirin lo?!”

“Huh?” Dabeom terkejut hingga reflek mundur.

“Gue benci ‘lo Dabeom, — ”

“Menurut lo gue enggak?!”

Kyungjun dibentak balik.

“Gue lebih benci ‘lo, Ko Kyungjun!”

“Gue lebih baik mati daripada harus kenal sama lo!”

Oh, apa ini yang Dabeom pikirkan saat malam itu menangis dan tertawa di satu waktu yang sama?

“Gue memang lemah dan lo! Lo orang pertama yang nunjukin ke semua orang seberapa lemah seorang Jin Dabeom sampai detik ini gue harus dibully setiap hari, LO!”

Darah mewarnai kaos Dabeom begitu jaket milik Kyungjun dilepasnya paksa, dilemparnya jatuh di antara ia dan Kyungjun.

“Mending lo tetap bully gue setiap hari, itu lebih baik bagi gue, siapa tau semakin hari gue semakin sakit sampai akhirnya mati sendiri, dan saat itu mungkin lo akan tau kenapa lo gak bisa berhenti mikirin gue!”

Dabeom kembali meninggalkan Kyungjun dalam hening, Lobby Sekolah yang dingin di sore itu, bersama semua kata-kata dan luka yang berhasil Kyungjun rekam dalam ingatannya.

Sebuah seringai terbit tipis, membuat Dabeom mengakui rasa sakitnya untuk Kyungjun pikirkan bagaimana cara mengusahakan si Kecil itu sembuh, berhasil.

— to be continue.

demonycal property.

No responses yet