ECCEDENTESIAST : Fate.
Jiho mendekati Chanyoung sebelum Pria itu yang menghampirinya duluan, setelah kabur dan tak membalas pesan juga mengabaikan panggilan, Jiho pulang bersama Eunho yang tertidur dalam gendongan.
“Kemana kamu hari ini?”
To the point sekali, “kenapa susah dihubungin?” sekali lagi.
“Jalan-jalan.”
“Sama Eunho?”
“Iya dong.”
“Bukan sama Kyungjun?”
Langkah Jiho terhenti tepat sebelum masuk kamar, Jaeyong muncul di tangga tapi naik lagi begitu tau ada Chanyoung dan Jiho sudah pulang.
“Sama Kak Kyungjun.”
“Kalian akrab sekarang.”
“Yea, he’s a nice and friendly guy."
“Saking baik dan ramahnya sampai harus sesusah itu bales chat?”
Tubuh Eunho mendarat di tempat tidur, dan Jiho tinggalkan untuk menghampiri Chanyoung yang menunggunya di balkon.
“Kamu marah?”
“Harusnya itu pernyataan.”
“Kamu marah.”
Jiho terkekeh seraya menyenggol lengan Chanyoung, “eyy, kenapa marah? aku ‘kan nggak sengaja ketemu Kak Kyungjun waktu aku mau jalan-jalan, karena akhirnya kita ngobrol yaudah sekalian aja jalan bareng,” katanya.
“I’m not asking you to explain."
“Aigh, are you jealous, Mr. Fiancé?"
Chanyoung menoleh dan menggeleng, “kenapa harus?” tanyanya.
Jiho menatap tak percaya, rautnya berubah kesal kemudian, “uwah, ‘kenapa harus?’ serius?” ujarnya bernada kesal.
“Kenapa? kamu sengaja kabur dan jalan sama Kyungjun supaya aku cemburu?”
“No.”
“Tapi akan sangat menyenangkan melihatmu cemburu, sebenarnya, sekali aja,” kata Jiho.
Tanpa tau kalau seharian Chanyoung menahan diri dari keinginan menghampiri Kyungjun dan menarik Jiho untuk pulang, kalau api dalam dadanya nyata, mungkin Chanyoung sudah tewas karena hatinya terbakar hangus.
Hiperbola.
“Bodoh.” Kata Chanyoung.
“Eoo???”
“Kamu tinggalin Eunho sama Wooram seharian.”
“Eyy, kenapa dengan itu? lagipula, i think it’s good, let’s just say Wooram and Kak Hyunho learn to be parents like Us."
Chanyoung terkekeh mendengarnya, cahaya bulan tertutup awan hitam, tapi Jiho masih bisa tersenyum seakan tak punya lelah setelah seharian berjalan-jalan di luar.
“Aku mau temenan sama Kak Kyungjun.”
Chanyoung tau ini akan terjadi.
“Entah kenapa, aku bisa langsung percaya dan cerita lepas ke Dia.”
Ini juga, Chanyoung tau.
“Aku senang dia selamat malam itu.”
Bagi Chanyoung, Dunia ini adalah tempat dimana semua kemungkinan bisa terjadi, salah satunya adalah Takdir. Bisa saja seumur hidup sudah ia kerahkan segalanya untuk memecahkan setiap masalah dengan logika, tapi kali ini, Chanyoung jatuh pada kuasa Takdir, yang mana perasaan Dabeom untuk Kyungjun adalah nyata adanya.
Mungkin, ia telah berhasil membuat semua kenangan buruk padam dari ingatan Dabeom dan membuat anak itu hidup lebih baik sebagai Ahn Jiho, tapi Chanyoung sadari satu hal, Dabeom mencintai Ko Kyungjun dalam keadaan apapun termasuk saat ia Amnesia dan melupakan Masa lalunya.
“Silakan.”
“Kamu bebas mau berteman dengan siapapun.”
Binar mata itu nan ceria, dibalasnya dengan sebuah senyum tipis yang lepas begitu saja, baik Dabeom dan Jiho sama saja, dua pribadi dalam satu tubuh dengan segenap keindahannya, Chanyoung cinta.
Cinta yang ia bebaskan, cinta yang tak akan ia paksakan.
Asal Jiho menemukan kebahagiaan untuk bertahan, Chanyoung akan relakan.
“Tapi, kamu serius nggak mau kasih tau siapa ‘orang penting’ itu?”
Chanyoung mengangguk.
“Kamu nggak mau menikahi aku?”
“Mau.”
“Terus kenapa nggak ketemuin aku sama ‘orang penting' itu?”
Chanyoung menatap jauh ke arah lain, tak biarkan Jiho melihat seberapa gelisah raut wajah dengan gurat resah miliknya.
“Kamu udah ketemu sama Dia.”
“Hah?! siapa?!”
Dengan penuh tuntut tatapan Jiho mengunci pandangnya, kedua tangan anak itu meremat kemeja yang ia kenakan di bagian bahu.
“Nanti kamu tau sendiri.”
“Yoon Chanyoung, please.”
Sebuah senyuman muncul membalas lirih permohonan Jiho, “ada hal penting yang harus kamu bicarakan sama orang itu,” katanya.
“You’re really enigmatic." Rutuk Jiho, kesal.
“You act as if you don’t love me!"
Chanyoung menunduk dan lepaskan senyum getir, “i do,” katanya.
“Kamu enggak.”
Chanyoung tak menjawab, ia hanya tersenyum saat Jiho mendengus kesal dan memukul bahunya.
‘Kamu yang nggak pernah mencintaiku, Jiho.’
‘Kamu hanya mencintai Ko Kyungjun bahkan dalam keadaan kamu melupakan semua tentang Dia.’
Suara hati Chanyoung mungkin tak akan terdengar oleh siapapun, tapi tiba-tiba Eunho menangis dan membuat Jiho meninggalkannya, menenangkan anak itu dan melupakan perdebatan mereka.
Pertemuan Jiho dengan Kyungjun bukan yang pertama kali Chanyoung mempercayai Takdir, melainkan Yoon Eunho.
Anak itu seakan benar-benar memiliki koneksi batin dengan Dirinya, pun dengan Jiho, padahal Chanyoung menemukan Eunho di Rumah sakit dimana Dabeom dirawat, Eunho lahir satu bulan sebelum Dabeom sadar dari Koma.
Lahir dengan nama Ko Eunho, marga yang mengingatkan dirinya dengan siapa lagi kalau bukan Kyungjun? Anak itu hadir tanpa Ayah, dan Ibunya menghilang setelah melahirkan, dua hari berusaha dicari dan Eunho hampir diserahkan ke Panti Asuhan tapi Chanyoung mengadopsi Eunho atas nama Ibunya, karena saat itu ia belum memenuhi syarat.
Bukan Chanyoung yang bilang Eunho adalah Putranya dengan Jiho saat ia sadar, tapi Ibunya Dabeom. Sebuah celetuk yang mengubah Dunia dan membuat Eunho tumbuh dengan Marga Yoon sebagai Putranya, dan Jiho.
Saat itu ia khawatir, tapi ketika Jiho tau Eunho adalah Putranya, Chanyoung tak mau tau apapun itu, asal Jiho punya alasan untuk bertahan hidup dan itu adalah Yoon Eunho.
“Kak Kyungjun!”
Jiho berseru dan menanti Kyungjun yang berlari menghampiri nya.
“Hi, kamu disini?”
Jiho mengangguk, tersenyum saat Kyungjun mengusak rambut Eunho dalam gendongannya, “eum, aku tinggal di dekat sini, kamu juga?” tanyanya.
Kyungjun mengangguk, “kebetulan banget ternyata rumah kita deket,” katanya.
Kursi taman di bawah pohon rindang sore itu menjadi pilihan, “kamu udah ketemu ‘orang penting' itu?” tanya Kyungjun memecah hening.
“Belum, haish, Chanyoung itu sok misterius, kesal aku!” kata Jiho marah.
Kyungjun dibuat senyum, manis sekali, minta ampun, “kamu pengen banget ketemu sama Dia?” tanyanya.
“Iya, aku penasaran banget apa yang harus aku bicarain sama dia? sepenting apa sih sampai harus misterius gini?”
“Udah kaya pertaruhan nyawa aja, nyebelin!”
Kyungjun gemas, teringat bagaimana dulu Dabeom memarahinya balik tapi sambil menangis dan tidak mau mengakui air matanya.
Andai waktu bisa diputar kembali.
“Barangkali, Ayahmu?”
Jiho menggeleng, “aku tau Ayahku, dia sudah punya keluarga baru tapi beberapa kali dia berkunjung, gak ada tuh bahas sesuatu yang pentingnya sampai harus dirahasiakan begini,” ujarnya dengan bibir manyun dan binar mata menyorot kesal.
“Sabar.”
“Dua tahun aku sabar.”
“Kamu udah coba tanya yang lain? Jaeyong? Junhee? Hyunho?”
Jiho menggangguk, “aku ngga akan rungsing kalau mereka mau kasih tau aku siapa orangnya,” katanya.
Kyungjun tak mau pikirkan alasan kenapa Jiho sangat ingin menemukan orang itu, yang jelas ia ingin serakah untuk saat ini, bagaimanapun, Kyungjun tak akan menyia-nyiakan waktu lagi.
“Kamu mau Kakak bantuin nggak?”
Tatapan Jiho super antusias, senyumnya mengembang bak bunga-bunga indah di sekeliling taman, “serius? Kakak mau bantuin aku cari orang itu?!” tanyanya dengan binar mata penuh harap.
Kyungjun lempar sebuah senyum disusul anggukan ringan, jelas.
Membantu Jiho akan membuatnya punya lebih banyak kesempatan untuk bertemu dengan anak itu, bertemu dengan Jiho berarti ia bisa merasakan semua perasaan menyenangkan ini lebih banyak lagi, walau ia pun tau bahwa akan selalu ada risiko dari setiap keputusan yang dipilih dalam hidup.
“Ayo kita cari ‘orang penting’ itu sama-sama, Jiho, Kakak akan bantu kamu.”
Kyungjun bersedia menerima semua risikonya.
“Pertama, apa yang kamu tau tentang dia?”
Jiho nampak berpikir sejenak, sebelum tersentak kecil dan berkata, “ada yang harus aku bicarakan sama dia dan hal itu penting banget, menurut Kakak, apa aku punya hutang ya?”
Ingin Kyungjun sentil dahi Jiho tapi alih-alih melakukan itu, ia justru tergelak seraya mengusak rambut halus Jiho, “kamu bahkan bisa beli pulau dengan uangmu sendiri, mana mungkin kamu punya hutang,” katanya.
Bibir manyun Jiho kembali andil, tatap Kyungjun dengan sebal, “siapa tau, ‘kan, hutang bisa dalam bentuk apa aja,” katanya.
“Eum, benar juga.” Kata Kyungjun.
“Aku Amnesia,” kata Jiho kemudian, Kyungjun segera fokus mendengarkan.
“Orang-orang sudah menceritakan tentang siapa mereka dan siapa aku dalam hidup mereka, tapi aku masih merasa ada hal yang belum aku ingat, ada orang yang masih belum bisa menceritakan dirinya dan siapa aku untuknya sekarang.”
Jantung Kyungjun kembali berdebar, dari semua kemungkinan, bisakah ia menjadi salah satu kandidatnya?
Bisakah kelak Kyungjun menceritakan tentang dirinya dan seperti apa Jiho untuknya?
Bisa, pasti bisa, tapi Kyungjun tak sanggup kalau pengakuan dirinya akan menyakiti Jiho kemudian.
Lebih baik tetap seperti ini asal Jiho baik-baik saja.
“Mungkin Dia, salah satu dari orang-orang itu, dia belum menceritakan siapa dirinya dan siapa kamu untuknya karena belum ketemu sama kamu setelah sekian lama.” Kata Kyungjun.
“Enggak, kata Chanyoung, aku sudah ketemu sama Dia, tapi, banyak orang yang aku temui setelah kembali dari Amerika, bahkan aku ketemu Suami barunya Ibuku,” ujar Jiho membuat Kyungjun menahan napas.
Entah kenapa perasaannya seakan secara alami segera memikirkan dirinya sendiri, bagaimana jika ‘orang penting’ yang dimaksud adalah dirinya?
Kalau iya, lantas hal penting apa yang menjadi alasan Chanyoung belum juga menikahi Jiho?
Memangnya Kyungjun punya apa dan Jiho butuh apa darinya sampai Chanyoung merahasiakan hal itu dari Jiho yang seharusnya langsung ia ikat supaya tak bisa lepas apalagi bertemu kembali dengan sumber penderitaannya di masa lalu?
“Aku nggak yakin kalo harus tanya mereka satu persatu untuk hal yang belum tentu mereka akan mengerti.” Kata Jiho.
“Kamu pasti kesulitan banget sekarang,” kata Kyungjun menelan sejenak kegelisahan dengan menepuk bahu Jiho yang balasnya dengan kekehan.
“Aku nggak akan kesulitan mulai sekarang, ‘kan ada Kakak yang bakal bantuin aku.”
Jika sihir memang ada di dunia ini, pasti yang terpancar dari sepasang mata Jiho jadi yang paling kuat magisnya.
Kyungjun tak akan menyesali apa yang ia pilih hari ini.
“Uhm, kamu tenang aja, kita usahakan bertemu dengan ‘orang penting' itu,” katanya penuh kasih.
Benar-benar pendewasaan akan mengubahmu lebih besar saat dalam perjalanan bertemu dengan kesulitan bahkan penderitaan.
Ahn Jiho tak akan mencari tau mengapa senyuman Kyungjun membuatnya terpaku, ia tak ingin tau mengapa jantungnya berdebar saat tangan Kyungjun menepuk bahunya, Jiho tak akan memikirkan hal lain selain ‘orang penting' yang punya kunci soal kehidupannya, Jiho hanya akan fokus pada hal itu untuk saat ini.
Ia merasa, Chanyoung memberinya sebuah alasan untuk berusaha menemukan ‘dirinya sendiri’ tanpa dibantu cerita-cerita dari orang lain.
Hidup menjadi Ahn Jiho benar-benar luar biasa, menyenangkan, tapi ia yakin sebelum kehidupan setelah bangun dari Koma ini, ada sesuatu yang harus ia ingat kembali, dan harus.
“Aku akan cari kamu bahkan sampai ke ujung dunia, sama Eunho dan Kak Kyungjun!”
— to be continue.
demonycal property.