Hinandra
8 min readJan 4, 2024

ECCEDENTESIAST : Enchanted.

Dabeom menghela napas begitu mobil Somi sampai di parkiran sekolah dan Jungwon masih saja mengabaikannya. Harusnya ia masih di rumah sakit untuk dua hari ke depan, tapi rasanya muak tertancap infus dan mencium aroma obat yang memusingkan, lebih baik ia pergi ke sekolah.

Walau sebetulnya sama saja sih, sekolah dan rumah sakit sama-sama membuatnya muak. Tapi pagi ini Somi datang menjemputnya, tau, sebab Jungwon tidak akan biarkan Kyungjun datang lebih dulu. Dabeom juga tak tau apa ‘Pacarnya’ itu tau alamat rumahnya.

“Ayo turun, bisa nggak?”

“Ya bisa orang gue nggak lumpuh, Kak.”

Somi terkekeh saat hendak bantu Dabeom keluar mobil, sementara Jungwon menolak memberikan tas Dabeom untuk dibawa oleh pemiliknya dan berjalan tinggalkan mereka lebih dulu.

“Lagi red day dia, diemin aja daripada ngamuk,” ujar Somi seraya merangkul Dabeom, berjalan menyusul Jungwon.

Sejenak dibuat terkekeh melihat bagaimana Somi benar-benar jatuh hingga jadi selemah itu terhadap segala hal yang menyangkut Jungwon, aneh rasanya tapi nyata, “kenapa lo jatuh cinta sama dia?” ujar tanya Dabeom menghentikan langkah Somi.

“Kenapa emangnya?”

Dabeom menggedik bahu kecil, “entahlah, pengen tau aja,” katanya.

“Gue juga gatau sebenarnya, cuma makin dihindari gue makin gabisa gak liat dia, sampai saat dimana gue bener-bener gila kalo gak deket dia, gue sebut itu jatuh cinta,” kata Somi dengan gaya bicaranya yang khas, tetap terdengar julid walau kekehannya buat Dabeom mengerti tanpa sedikitpun keraguan, Somi benar-benar tulus mengisi ucapannya.

“Kenapa? lo nggak percaya sama Kyungjun?” tanya Somi kemudian seraya lanjutkan langkah masuki area sekolah.

*Gue bahkan gabisa percaya diri gue sendiri, gimana mungkin gue percaya sama dia,” jawab Dabeom terkekeh geli.

“Terus ngapain pacaran sama Kyungjun?” tanya Somi penuh penekanan.

“Mau liat aja, dibully terus sama dia bikin gue pengen mati, siapa tau kalo jadi pacarnya bikin gue pengen bertahan hidup terus.”

Dimata Somi, Dabeom itu sederhana, tak muluk-muluk dalam berangan pun tak pernah berlebihan dalam berkeinginan, baginya, maka kalau yang seperti ini saja Kyungjun tak mampu isi, Dabeom tak akan pernah pantas untuk ia miliki.

“Jin Dabeom!”

Keduanya menoleh segera setelah seruan itu terdengar riuh disusul atensi semua orang di sekitar tertuju pada empunya nama dan siapa yang serukan, berjalan ringan diikuti Jinha dan Seungbin, Kyungjun bawa langkahnya tegas menghampiri yang lebih muda.

Barangkali orang-orang berpikir perundungan yang biasanya akan segera terjadi, namun kala Kyungjun sampai dan lantas lepaskan jaketnya demi balut tubuh Dabeom yang hanya kenalan seragam sekolahnya, semua orang terheran dengan riuhnya.

“Pagi ini dingin banget, gimana bisa ‘lo nggak pake jaket, uhm?”

Somi mundur dan terkekeh, aduh, jadi flashback pada puncak kasmaran nya pada Jungwon.

“A-ah… itu… hehe…” Dabeom bingung memilih reaksi.

Tapi Kyungjun seolah tak peduli seberapa ramai orang berceloteh tentang mereka, bahkan abaikan raut heran dan kaget Jinha juga Seungbin, dirangkulnya Dabeom kemudian rapatkan jaket yang balut tubuh ‘pacarnya’ itu, Oh, jangan lupakan senyum si Preman yang begitu kemudian buat semua orang semakin tak percaya.

“GILA NIH GUE!”

“Masih Januari loh ini….”

“Bukan April Mop ‘kan?!”

“Apa ini gaya bullying yang baru ya?”

Dan masih banyak bisik-bisik tetangga lainnya yang diabaikan Kyungjun.

“Jangan buat gua khawatir.”

“Kita biarin lo keluar dari rumah sakit supaya lo ngga stress disana, setidaknya jangan nambah penyakit dengan gak pake jaket di musim dingin.”

*Ngerti, Cil?”

Dabeom menunduk, jantungnya rusuh, lebih riuh dari gaduhnya orang-orang yang lihat perlakuan Kyungjun pagi ini.

“Jawab.”

“Iya.”

“Iya apa?”

“Iya ngerti, Kak.”

*Gua punya nama, sebut yang bener.”

“I-iya… ngerti… Kak Kyungjun.”

Kyungjun terkekeh, menahan senyum yang hendak melebar.

“Biasain kalo ada yang ajak ngomong itu liat matanya, ngerti sopan santun nggak?”

Kenapa pula si preman ini mendadak mendiktenya perihal sopan santun?!

Tapi Dabeom menyerang balik dengan tatapan mautnya, segera menjawab dengan tegas, “ngerti, Kak Kyungjun.” Tepat di depan mata si empunya nama.

Lalu Dabeom berlalu begitu saja, berlari kecil dan Kyungjun tau bocah itu sedang malu.

Sebab ia pun sama, malu tapi ini rasanya gila, Kyungjun suka.

Suka sekali dengan reaksi Dabeom saat ia perlakukan seperti itu, manis, lucu, menggemaskan.

“Mati ‘lo sama gue kalo berani macem-macem sama Dabeom.”

Tapi Somi masih disana, setidaknya sampai ia beradu tatap dengan Kyungjun dan setelahnya susul Dabeom sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan.

“Lo serius itu macarin Dabeom?”

Kyungjun mengangguk menjawab pertanyaan Jinha.

“Apa bagusnya Dabeom dah?” tanya sobatnya itu, lagi.

“Kalo gua kasih tau nanti lo ikut suka dia, repot,” kata Kyungjun.

“Bener juga,” ujar Jinha, bodoh.

“Dipelet apa gimana dah?” ujar Seungbin dengan wajah bloon, tumben 2G.

“Itu malah rencana gue seandainya Dabeom gak mau gue pacarin,” dan jawaban Kyungjun ini dipersembahkan oleh seringai khas si preman sekolah dengan langkah riang masuk gedung dan bersenandung bahagia.

“Udah sengklek apa ya temen lo itu?” ujar Jinha kemudian.

Seungbin terkekeh, “lo akan ngerti nanti kalo udah ada di posisi Kyungjun,” katanya.

Jinha ditinggalkan sendirian sebab Seungbin hampiri pacarnya untuk antar dia ke kelasnya.

Oh, semua orang kasmaran, Jinha ditinggalkan sendirian. Apalah artinya persahabatan!

“Park Wooram!”

Hyunho berseru hentikan langkahnya, Wooram mendangak demi menatap raut kesal kakak kesalnya itu, “kenapa, Bang?” tanyanya.

“Ada yang bilang Dabeom jadian sama Kyungjun.”

“Hah?”

“Gua belum ketemu yang lain, tapi tadi rame-rame di depan dan gosipin soal mereka, apa itu bener?”

Wooram jadi bingung, “tadi aja gue kaget, Bang, mana gue tau itu bener apa ngga, gue bahkan tau dari lo ini,” katanya.

“Lo udah bilang ke Kyungjun ‘kan buat gausah deketin Dabeom?”

Wooram mengangguk menjawab, “sesuai permintaan lo, gue bahkan bilang kalo dia gak pantes buat suka sama Dabeom,” katanya.

“Bajingan,” umpat Hyunho penuh penekanan, melihat ponselnya dan ramai sekali pembahasan soal hubungan Kyungjun dan Dabeom.

“Sabar, ini ‘kan cuma gosip, siapa tau gak bener? coba tanya langsung ke orangnya, biar gue coba cari tau ke Kyungjun juga, Bang,” kata Wooram, mengusap bahu Hyunho sebelum ia lepas kendali dan datangi Kyungjun dengan impulsif dan buat masalah

Hyunho tak bicara apapun setelahnya, bawa langkahnya tinggalkan Wooram di lorong yang senyap, hingga hela napasnya terdengar mengisi kekosongan disana, tatap Hyunho yang lantas hilang ditelan kejauhan.

“Sampai kapan mau begini terus, Park Wooram?” ujarnya sendu, beri kekehan mirih ‘tuk dirinya sendiri.

“Wooram?”

Dan yang dicari Hyunho malah muncul di depan matanya, keluar dari kamar mandi dengan jaket khas milik Ko Kyungjun melekat pada tubuhnya.

“Gimana keadaan ‘lo? kok udah sekolah? kata Yoonseo lo harus stay di rumah sakit sampai lusa? Dabeom anjir muka lo jelek banget dipukulin Chanyoung asu, astaga gue minta maaf banget gabisa jenguk lo soalnya gue,” Wooram mengoceh panjang hingga akhirnya menjeda kalimatnya, seolah menahan untuk tak lanjut katakan semua.

“Lo, kenapa?” tanya Dabeom kemudian.

Dabeom menanti, Wooram terkekeh seraya meraih Dabeom kemudian berjalan ke kelas bersama, “gue ada acara keluarga, iyaa, heheheheh, makanya gue ngga bisa jenguk ‘lo, maaf yaa, padahal hari ini maunya tapi lo udah sekolah,” katanya.

Sejenak Dabeom tak percaya, tapi ya sudahlah, Wooram memang begitu anaknya, “gapapa, Kak Hyunho juga gak bisa jenguk gue karena ada latihan khusus, santai aja udah ada yang lain kok yang jagain gue,” katanya.

“Bang Kyungjun juga?”

Dabeom diam.

“Iya, serius? dia jagain lo? euh, waktu lo dipukulin itu juga dia nolongin lo ‘kan? dia yang bawa lo ke rumah sakit, terus ini!” Wooram dengan hebohnya menunjuk jaket yang dikenakan Dabeom, “ini jaket dia juga ‘kan? kenapa bisa lo yang pake? ada apa sama kalian? apa sebenarnya gosip itu bener? Dabeom, kalian jadian itu serius? gak bercanda?” ocehnya penuh riuh kemudian buat Dabeom sedikit linglung dan bingung jawab bagaimana.

“Iya, bener.” Tapi pada intinya saja Dabeom menjawab, Wooram ternganga bodoh dibuatnya.

“Kalian…. lo… sama… Bang Kyungjun… jadian??? ma-maksud gue… pacaran??!!”

Sekali lagi, Dabeom beri anggukan dan jawaban singkat, “iya, pacaran,” katanya.

“Jin Dabeooooommmm!!!”

Menoleh ia kemudian, suara Ketua Osis berseru panjang, Choi Juwon berlari menyongsong dirinya dan segera memeluk Dabeom pelan-pelan, takut kawannya kesakitan.

“Astagaaa, how are you Dabeom muka lo…. pasti sakit banget…. maafin gue gabisa cepet bantu lo hari itu, maafin gue gak bisa cegah lo dirundung lagi waktu itu, sumpah gue — ”

“Ssst, Juwon, gue ngga apa-apa, sekarang gue udah baik-baik aja, lo liat sendiri ini,” kata Dabeom, namun si ketos yang merangkap jadi teman sekelas dan seangkatannya itu malah menangis.

“Gue harus lebih galak lagi biar gak ada bullying di sekolah ini, liat aja,” kata Juwon dengan segenap emosi, buat Dabeom terkekeh seraya lanjutkan obrolan berdua, sebab Wooram biar dirinya sendirian di belakang.

Bohong, Wooram tak ada lewati acara keluarga, ia temani Hyunho yang ada latihan khusus untuk turnamennya. Sakit juga rasanya harus berbohong pada Dabeom, tapi sepertinya akan jadi rumit kalau sampai orang lain tau kalau Wooram menyukai Hyunho.

Tapi, bagaimana Hyunho jika tau kalau gosip itu bukan sekedar omong kosong? Dabeom dan Kyungjun benar-benar berpacaran.

Wooram merasa jahat sebab rasanya senang Dabeom tak berakhir bersama Hyunho, dan ia mulai takut perasaannya ini akan menghancurkan Hyunho lebih jauh nantinya.

“Wooram!”

Juwon berseru padanya, Dabeom melambai memintanya cepat menyusul, Wooram menghela napas, jatuh cinta ternyata tak seindah apa kata orang-orang.

Apalagi jatuh cintanya dengan Jang Hyunho yang menyukai orang lain dan orang itu adalah teman baiknya sendiri, Jin Dabeom. OHHHH, WOORAM PUSING!

“Minggir.”

Dabeom mengangkat pandangannya saat Kyungjun datang bersama Jinha dan Seungbin, jauh di ambang Kantin ada Hyunho yang datang bersama Junhee serta yang lainnya.

Yoonseo duduk di sebelah Dabeom, berhenti menodong sumpit pada orang-orang yang kelilingi meja mereka, apa lagi lah kalau bukan berniat mengganggu Dabeom.

“Gua bilang minggir, anjing!”

Lima orang beri jalan untuk Kyungjun, lantas duduk di depan Dabeom yang menatapnya ngeri.

“Lo harusnya lebih takut sama gua daripada sama mereka.” Kata Kyungjun pada Dabeom.

“Mereka gangguin terus dari tadi, apa kamu, mau aku pukul, hah!?” Yoonseo mengadu dan segera memarahi orang yang berdesis menghinanya.

Jinha terkekeh gemas melihatnya, “pergi lo,” katanya pada orang itu.

“Tapi — ”

“Minggat dah lu pada sebelum nampan makan siang itu masuk lambung lu satu-satu.” Ujar Seungbin sebelum duduk di depan Yoonseo dan tersenyum gemas melihat temannya Dabeom itu tepuk tangan untuknya.

“Hebat!” katanya.

“Gua, dik?” Jinha juga ingin dipuji ya, tolong.

“Hebat juga, heheh,” ujar Yoonseo memberi dua jempol.

Menurut Jinha, boleh lah bergaul dengan kembar bocil satu ini.

“Makan.” Kata Kyungjun, tak hentikan tatapannya penuh memusat pada Dabeom.

“Berhenti ngeliatin gue,” kata yang lebih muda, malu lah.

“Bibir lo itu kenapa manyun terus sih gemes pengen cubit,” ujar Jinha tiba-tiba, ternyata sedari tadi perhatikan ekspresi tertekan Dabeom dia ini.

“Coba cubit kalo mau ginjal lo pindah ke tenggorokan,” kata Kyungjun penuh ancaman buat Jinha dapat gelak tawa gratis dari Seungbin dan Yoonseo.

Kompak.

“Sangar ya preman kalo kasmaran,” ujar Seungbin kemudian.

“Takuuuuut,” kata Yoonseo bercanda.

Jinha ketar-ketir dibuat kelakar, kurang ajar.

“Tapi bener…. kenapa manyun terus apa emang dari sananya begitu?” Jinha masih belum kapok.

Dabeom gemas ingin lempar kacang ke muka Jinha, tapi takut dipukul balik.

*Makan, gausah peduli orang lain,” kata Kyungjun pada Dabeom.

“Udah, gabisa makan, bibir gue sakit,” katanya.

“Yaudah minum.”

“Udah.”

“Apaan udah ini semua belum kebuka sama sekali, lo mau kibulin gua apa gimana?”

“Gue ngga nafsu makan….”

Yoonseo melirik-lirik interaksi pasangan baru itu sambil cengar-cengir bertukar bisik-bisik menggoda mereka dengan Seungbin dan Jinha. Tiba-tiba akrab deh.

“Yaudah gua juga gak makan.”

“Kenapa?”

“Gamau aja.”

“Makan, katanya lo ada tanding basket habis ini.”

“Iya, anjing males.”

Dabeom mendorong nampan makan siang Kyungjun mendekat pada empunya, “makan,” katanya.

“Gak mau.”

“Lo harus kuat biar menang!”

“Lo mau gua menang?”

“Huh?”

Abaikan pekik gemas Jinha lihat planga-plongo nya Dabeom yang lucu.

Kyungjun malah buat seringai kemudian, “gua bakal makan, dukung gua nanti pas tanding dan kalau gua menang, lo harus mau makan.” Katanya.

“Apa-apaan…?” ujar Dabeom tak setuju.

“Just a small bet, yes or yes?”

Dabeom menghela napas lantas mengangguk, “fine,” katanya.

“Imut banget faaagh!” seru Jinha kala matanya secara otomatis terus fokus pada Dabeom yang kesal dan merengut begitu Kyungjun menyeringai setelahnya.

“Aku, aku?!” Yoonseo juga mau disebut imut ya, tolong.

“Nggak imut,” kata Seungbin.

“Yaaahhhh!” Yoonseo kecewa.

“Nah, itu baru imut!” kata Jinha dan Yoonseo balas senyum nan ceria.

Wahh, interaksi aneh tapi nyata itu benar-benar membuat semua mata terheran dan kaget bukan kepalang, termasuk satu meja dimana Hyunho disana, Junhee, Somi dan Jungwon ada bersamanya.

Tibalah saat dimana Kyungjun bisa membalas Hyunho tempo hari, tersenyum menang dan dengan sombongnya tunjukkan bahwa Dabeom berada dalam kuasanya.

“Lo nggak akan pernah bisa menang lawan gua, Jang Hyunho.”

— to be continue.

demonycal property.

No responses yet