ECCEDENTESIAST : Cliché.
Mustahil jika Jiho tak mencintai Chanyoung.
Melihat bagaimana Eunho tumbuh dan siapa yang hadir sebagai Ayahnya, mustahil kalau Jiho tak menaruh perasaan besar pada Chanyoung, setelah semua yang dilewati Jiho yang Kyungjun tak tau seberapa besar perjuangan orang-orang untuk mempertahankan hidupnya, Kyungjun ragu perihal kesempatan untuknya membenahi hubungan dengan Jiho.
“Ko Kyungjun?”
Sentaknya kecil saat abaikan suara ketukan langkah di belakangnya, berpikir ada orang lain yang hendak singgah di atap rumah sakit ini, tapi suara berat itu benar-benar tak asing hingga segera buatnya berbalik.
“Yoon Chanyoung.”
Satu lagi Takdir dan surat tersiratnya, Chanyoung tak memilih pergi ketika menemukan Kyungjun menatap pembatas dengan ekspresi rumitnya.
“Lo ngapain disini?” tanya Kyungjun.
“Ini Rumah Sakit, ngapain lagi kalo bukan berobat?” tanya balik Chanyoung.
Mereka melempar senyum seolah tak pernah berselisih, memilih sebuah kursi panjang di bawah pohon teduh untuk duduk, Kyungjun tak pernah bayangkan ia akan sampai pada moment seperti ini, alih-alih berseteru, Chanyoung yang ini tak sedikitpun nampak pancarkan aura permusuhan, bukan apa-apa, baru saja Kyungjun pikirkan, tapi sekarang mereka sudah duduk bersisian. Takdir macam apa?
“Gimana kabar lo?” tanya Chanyoung.
“Baik.” Maaf kalau Kyungjun terkesan dingin, sejatinya ia bingung harus hadapi situasi ini bagaimana.
“Lo, ngapain disini?” tanya Chanyoung.
Kyungjun menoleh dan menatap Pria itu, yang menatap lurus pada bentang langit biru siang hari yang cerah.
“Gue selalu kesini, kalau bingung.”
“Kenapa?”
Kyungjun hanya diam kemudian.
“Karena disini lo selametin Dabeom malam itu?”
Kyungjun tetap diam, tapi Chanyoung paham jawabannya, iya.
“Gua minta maaf.”
Kyungjun tersentak, tapi tatapannya jadi kosong, kepalanya riuh seketika, penuh dengan suara Dabeom yang sedang mendongeng, yang ia dengarkan di kali terakhirnya melihat Dabeom tiga tahun lalu.
“Lo…. gak pernah sama kaya dia.”
Chanyoung tersika dalam hening, saat Kyungjun terjerat dalam pikirannya sendiri, Chanyoung juga diserang memori menyakitkan saat Dabeom menghardiknya hari itu.
“Lo lebih sampah dari Kyungjun, tau?”
“Kyungjun bajingan, TAPI DIA GAK BEJAT KAYA LO, YOON CHANYOUNG!”
“Tolong, bantu Jiho menemukan Jin Dabeom.”
Kyungjun menoleh dengan raut rumit, menatap Chanyoung yang pusatkan atensi padanya.
“Lo…. tau?” tanya Kyungjun, yang benar-benar pengecut, tak pernah katakan apapun perihal berpergian dengan Jiho saat semua tau siapa Yoon Chanyoung.
Hanya karena, Kyungjun tak ingin menyia-nyiakan waktu, saat Jiho ingin bersamanya, Kyungjun tak butuh yang lain, tapi sekarang ia merasa seperti orang paling tidak tau diri sedunia.
“Kenapa?”
“Karena Jiho berhak untuk tau, terlepas dia pasti bakal kesakitan, dia tetap berhak merasakan dirinya sendiri.”
‘Dabeom tetap berhak untuk mencintai orang yang dia cintai, dan itu ‘lo, Jun.’
Kyungjun kembali membawa pandangnya pada Chanyoung, menarik lengan Pria itu dan berdiri berhadapan kini, “apa mungkin, ‘orang penting’ yang Jiho cari-cari itu sebenarnya, Jin Dabeom?” tanyanya dengan sepenuh kehati-hatian.
Pertemuan dengan obrolan singkat tak terduga itu diakhiri anggukan kecil Chanyoung sebelum benar-benar meninggalkan Kyungjun dengan riuh dalam dada dan kepalanya, semua penuh dengan Jin Dabeom.
Tapi kenapa? Chanyoung membiarkan Jiho mengingat kembali Jin Dabeom setelah tiga tahun berlalu ia mengenali dirinya sebagai Ahn Jiho?
“Kak Kyungjun!”
Lamunan Kyungjun usai, seruan Jiho dari seberang taman membuatnya kaget namun terpaku kemudian, Eunho ikut melambai padanya dan senyum itu benar-benar mirip dengan Jiho.
“Kyungjuwn!” seru Eunho begitu sampai di depan Kyungjun dan Jiho yang kaget.
“Eung?” bingung Eunho saat dua orang dewasa itu menatapnya dengan mulut terbuka.
“Pinter banget sayang, tapi manggilnya bukan Kyungjun ya, sayang, manggilnya,” kata Jiho dijeda.
“Kamu mau dipanggil apa?” tanyanya menyenggol lengan Kyungjun yang malah terpesona pada bagaimana Jiho mengusap lembut rambut Eunho, tetap mengapresiasi bocah itu, membuatnya tersenyum alih-alih sebal saat Jiho mengkoreksi kekeliruannya.
“Apa aja,” kata Kyungjun gugup.
“Om?” ujar Jiho.
“Om?!” malah kaget Kyungjun.
“Gamau dipanggil Om?” ujar Jiho disertai senyuman geli.
Kyungjun kembali terpesona, debar jantungnya menggila, bagaimana jika ia ingin disebut ‘ayah’ juga?
Apa itu akan jadi masalah?
Kyungjun ingin, ingin sekali.
“Papa.” Ujar Jiho.
“Papa?” balas Eunho, menatap antusias.
Kyungjun mau pingsan, tolong.
“Papa Kyungjun.”
“Papa Kyungjun?”
Senyum Jiho dan binar mata Eunho secara bergantian membuat Kyungjun salah tingkah dan kepanasan, gemetar dan ingin berteriak, tapi ramai, kasian nanti Jiho malu.
Tapi, “Papa?” ujarnya dengan raut rumit yang wajahnya merah.
Jiho mengangguk dan terkekeh, “biar sama kaya paman-paman lainnya,” kata dia.
Kyungjun mengulum senyum dan menunduk, menghela napas rusuh dan, “okay! mulai sekarang Eunho panggilnya Papa ya, Papa Kyungjun!” katanya penuh semangat.
Jiho sampai kaget tapi senang, Eunho pindah ke pangkuan Kyungjun setelah duduk di kursi taman yang biasanya mereka tempati, bercanda dan membagi tawa, Eunho nampak senang belajar menyebutkan lebih banyak kosa kata sambil ditunjukkan hal-hal yang ada di Taman.
“Papaaaaaa….” rengek Eunho yang menyadarkan Jiho dari terpaku, entah apa yang dilakukan Kyungjun, tapi kemudian mereka kembali tertawa bersama.
“Omong-omong, kamu dipanggil apa sama Eunho?” Jiho menoleh sewaktu Kyungjun menoel lengannya.
“Father,” kata Jiho dengan raut sombong nan tengil.
Seraya menatap Eunho yang sedang duduk di rumput dan mengomeli semut.
“Serius?”
Jiho menoleh, “kenapa nggak percaya gitu, ya?” ujarnya dengan nada kesal, tapi bercanda.
“Kakak pikir kamu dipanggil Bunda,” ujar Kyungjun sambil menahan senyum.
“Aku laki-laki meskipun aku bisa mengandung bayi!” gertak Jiho yang sekali lagi, membuat Kyungjun gemas sampai rasanya akan meledak demi menahan diri.
“Iya tau, tapi karena Chanyoung dipanggil Ayah, Kakak pikir kamu dipanggil Bunda, — ”
“Enggak dong! aku ngga mau dipanggil — ”
“Mother!”
Jiho berhenti bicara sebab Eunho menyela dengan seruannya.
“Pft!” dan Kyungjun kelepasan, gelak tawanya tak tertahan.
Wajah Jiho merona padam dan itu benar-benar menawan, hatinya pasrah kembali jatuh tanpa bantahan.
“Mother!” seru Eunho seraya berlari dengan kaki-kaki kecilnya.
Melompat masuk ke dalam pelukan Jiho yang wajahnya benar-benar merah, menyaingi langit sore yang indah, tapi Jiho jauh lebih indah di mata Kyungjun.
“Eunhoooo, udah dibilang kalau di luar panggilnya ‘Father’ oh my God,” ujar Jiho merengek manja tapi Eunho malah tertawa.
Kyungjun terkekeh seraya meletakkan tangannya di belakang punggung Jiho, orang-orang mungkin akan mengira mereka sebuah keluarga kecil yang bahagia, ada senyum yang menyertai interaksi manis mereka, Kyungjun senang sekali.
“Oh iya, Kak!”
“Uhm? Kenapa?”
Jiho mendekat dan Kyungjun turut, sampai sebuah bisikan terdengar bernada tanya, “apa Kakak kenal siapa Jin Dabeom?” begitu.
Saat itu Kyungjun berusaha mati-matian supaya tidak bereaksi aneh yang akan membuat Jiho kenapa-napa.
“Kamu… denger darimana soal dia?” bisik balik Kyungjun, menyembunyikan detak jantungnya dengan menelan ludah berat.
Jiho menoleh dan Kyungjun terdiam sebab jarak wajah mereka terlalu dekat, mata mereka bersitatap, tapi Jiho dan sepasang matanya begitu serius pancarkan keingintahuan.
“Chanyoung.”
“Chanyoung?”
Jiho mengangguk, “aku nggak sengaja denger pas lewat ruangannya, Chanyoung lagi ngobrol sama Kak Hyunho, katanya,” ia jeda, sebab ketika itu kepalanya benar-benar terasa berat sampai ia memeluk Eunho erat-erat, takut tubuhnya limbung dan Eunho jatuh, tapi Kyungjun yang panik segera memegangi bahunya.
“Jiho, kenapa — ”
“Ayah!” seru Eunho keras.
Tangannya menunjuk jauh pada Chanyoung yang berjalan menghampiri mereka.
Tatapan Jiho lurus pada Pria dengan wajah datarnya itu, tak sedikitpun nampak marah atau segera berlari dan meninju Kyungjun karena memegangi bahunya, benar-benar berada di posisi sedekat ini dengannya, Jiho tak melihat sedikitpun tanda bahwa Chanyoung bahkan mencintainya.
“Jiho….” lirih Kyungjun menatap resah, tapi tatapan Jiho berubah jadi emosi.
“Chanyoung, mencintai Jin Dabeom.”
Dan sekali lagi, semesta membuktikan bahwa Hidup memang tak selalu seklise itu sebab kini Kyungjun sadari, bahwa kisah ini tak akan berakhir semudah jatuh dari atap gedung dan mati atau dipukuli sampai tak bisa bangun lagi.
Kyungjun yakin, mustahil kalau Jiho tak mencintai Chanyoung.
— to be continue.
demonycal property.
a/n : terima kasih banyak banget buat yg masih mau baca eccedentesiast, semoga cepet tamat supaya gak bosenin, jadi kalian tim kyungjun apa chanyoung?