Hinandra
4 min readJan 7, 2024

ECCEDENTESIAST : Ama e innamorati!

— Romeo and Juliette, William Shakespeare.

Kyungjun muncul saat Dabeom menyibak tirai yang menutup jendela kamarnya. Melambai dari bawah sana, Kyungjun lantas berseru, “Juliette, I’m coming to save you tonight!" begitu.

Dabeom menghela napas risih, “siapa yang Juliette, orang gila,” bisiknya yang dibalas gelak tawa bodoh oleh Kyungjun.

“Juliette!”

“Stop it, jangan buat keributan!”

“Turun!”

Dabeom hampir melempar sekaleng susu yang ia pegang karena Kyungjun terus berteriak, “jangan berisik, Romeo-nim!” katanya.

Menutup tirai kembali dan bergegas turun, menemui Kyungjun di beranda Rumahnya yang dingin.

“Ngapain kesini?” tanyanya.

“I’ll save you, i said.” Kata Kyungjun, kedua tangannya sembunyi di saku coat. Dingin semakin jadi saat malam.

“Gak diajak masuk gitu?” tanya Kyungjun.

“Mau apa? gue sendirian disini,” kata Dabeom.

“Justru bagus — ”

“Pulang sana.”

Kyungjun terkekeh sewaktu Dabeom mundur dan buang muka, walau dingin buat wajahnya pucat, Kyungjun yakin lampu nan benderang di atas mereka buatnya melihat rona merah di wajah Dabeom.

“Mikir apa lo, Cil?” tanyanya meledek.

“Gak mikir apa-apa!” kata Dabeom.

“Serius? terus kenapa gugup gitu?”

“Dingin! dan…. daripada disini mending lo pulang, udah malem nanti dicariin sama — ”

“Gua diusir,” kata Kyungjun.

“Hah? kenapa?”

“Setidaknya, bolehin gue numpang duduk di ruang tamu lo,” katanya, sebelum menjawab.

Dabeom biarkan Kyungjun masuk dan memberikan segelas susu hangat untuk pacarnya itu.

“Kenapa diusir?”

“Kenapa jauh banget duduknya?”

“Kenapa protes terus?!”

Dabeom merengut jengah sebab memacari Kyungjun sepertinya juga membuat ia menjadi lapak complain, ada saja yang ia lakukan dan membuat Kyungjun tak puas.

“Duduk disini.” Ujar Kyungjun menepuk sisi kosong di sebelahnya.

Dabeom menurut dan benar-benar duduk di sebelah Kyungjun, tapi diberi batas bantal sofa, jangan tanya kenapa, ingin saja.

“Kenapa diusir?”

“Gue diskors seminggu.”

“Kenapa lagi, Kyungjuuuun?”

Jawaban pertama belum sepenuhnya terjawab sudah diberi misteri baru, serius?

“Kenapa kaget? biasanya juga gua diskors dua minggu,” ujar Kyungjun santai.

“Lo udah kelas dua belas, kenapa santai banget diskors? masalah apa lagi yang lo buat kali ini?”

“Chanyoung.”

Seketika itu Dabeom terdiam, raut khawatirnya segera disusul rasa bersalah.

“Karena gue?”

“Kenapa jadi karena ‘lo? gue bilang Yoon Chanyoung.”

Dabeom menunduk dan menghela napas, “karena lo nolongin gue dari Chanyoung, ‘kan?” tanyanya, seraya mengangkat pandang dan biarkan Kyungjun menatapnya penuh.

“Kenapa gue nggak dipanggil juga?” tanyanya, “harusnya gue juga dipanggil untuk jelasin gimana keadaan waktu itu, harusnya lo nggak perlu diskors karena lo nolongin gue, harusnya Chanyoung yang — ”

“Dia juga diskors kok, tenang aja.”

“Gimana bisa tenang, astaga….”

“Mereka cukup liat CCTV dan pengakuan gua sama Chanyoung dan beberapa orang yang liat kalo Chanyoung duluan yang mulai mukulin lo,” jelas Kyungjun kemudian.

“Tapi tetep aja, harusnya lo nggak perlu diskors,” kata Dabeom, sedih.

Yang justru membuat Kyungjun tersenyum hampir mencubit pipi Dabeom karena gemas, tapi takut melukai anak itu.

“Gua denger sesuatu soal Chanyoung.”

“Apa?”

“Dia pernah nembak lo waktu kelas sepuluh.”

Dabeom menunduk, lagi.

“Bener?”

Kyungjun tak menuntut, tapi Dabeom tetap menjawab lewat sebuah anggukan tanpa menatap balas pacarnya itu.

“Kenapa dia bisa jadi Bully ‘lo? bukan harusnya dia jagain lo kalo emang dia suka sama lo,” kata Kyungjun bingung.

“Mungkin dia marah,” kata Dabeom, “karena gue nolak dia, dan, bilang kalo gue gak suka preman,” katanya.

Kyungjun langsung menoleh dengan raut serius, “gak suka preman?” tanyanya.

Dabeom mengangguk, “emang siapa yang bakal naksir duluan sama berandalan?” tanyanya balik.

“Ya juga, kutu buku yang jatuh cinta sama berandal cuma ada di cerita Fiksi,” kata Kyungjun.

“Gue bukan kutu buku….” kata Dabeom.

Kyungjun terkekeh, mengusak rambut Dabeom sampai empunya mendesis kesal dan tepis tangannya.

“Bagus lo bukan kutu buku, cerita kita gak akan jadi seperti cerita fiksi,” kata Kyungjun.

Dabeom diam menatap yang lebih tua, “lo serius, jatuh cinta sama gue?” tanyanya sungguh hati-hati.

Kyungjun terkekeh pelan dan membawa pandangnya menatap Dabeom, “sebenarnya gua gak pernah yakin jatuh cinta yang pasti seperti apa, tapi, gua cuma pengen selalu ada lo di deket gua, atau, ada gua di dekat lo,” katanya.

“Bahkan kalaupun mungkin gua belum jatuh cinta sama lo, gua bakal tungguin tanpa sedikitpun ngeluh untuk jatuh cinta sama lo.”

Dabeom tergelak menelan semua yang ia dengan dengan segenap perasaan aneh yang asing dalam hatinya yang usang.

“Gitu… ya?”

Kyungjun mengangguk.

“Nggak perlu buru-buru, nggak ada yang maksa lo untuk jatuh cinta sama gua, bisa sedekat ini sama lo aja udah bagus buat gua, Dabeom, cukup, biarin gua ada di sisi lo, gua bakal jagain lo, jagain kita.”

Kyungjun meraih kedua tangan Dabeom yang berstana di pangkuan, memberinya usapan lembut dengan sepasang jelaga beri tatap penuh sungguh, dalam dengan segenap perasaan nan riuh.

“I will be Romeo who will come to save you, and you, be Juliette who always needs Romeo’s presence."

Siapa yang tau kalau seorang Ko Kyungjun mampu bermanis lidah macam seorang Pujangga seperti ini?

Bahkan jika ini terdengar seperti sebuah omong kosong atau sebuah kelakar untuk penenang semu, Dabeom akan menelan semua dengan segenap penghayatan.

Kapan lagi bisa begini?

Siapa yang tau kapan kita akan mati dan kehilangan semua waktu untuk menghayati hidup dan segala cerita di dalamnya?

Dan tak perlu kata-kata untuk menjawab tanya, Kyungjun pun tak menuntut sesuai kalimatnya, biar Dabeom merasakan dirinya sendiri, perlahan-lahan sebab semua perlu waktu, semua butuh proses untuk menjadi utuh.

‘When I saw you I fell in love, and you smiled because you knew.’

Demikian William Shakespeare menuliskan dalam Karyanya, bagi Kyungjun, senyuman Dabeom lebih berarti segalanya dibandingkan kata-kata.

Karena ternyata, bahasa cinta tak harus terdengar, sebab dengan diam saja sudah mampu membuat debar jantungnya lebih rusuh dari apapun kala Dabeom melukis lengkung manis hias paras itu balas senyumannya.

"Can we kiss?"

— to be continue.

demonycal property.

a/n: tell me, ending seperti apa yg kalian inginkan?

No responses yet