Hinandra
6 min readNov 22, 2023

Desire, Dream and Destiny : KARMA, END.

Ares berusaha sekuat-kuatnya tanpa sedikitpun mengalihkan fokus demi bisa menghadang mobil Niki di depan sana, ini adalah satu-satunya harapan Ares untuk memperbaiki segalanya.

“Aku mohon, aku mohon…” ujarnya penuh dengan keresahan.

Mobil Niki dalam keadaan yang sangat cepat disaat remnya telah rusak, Ares harus bisa mencegah Niki maka ia ambil jalur lain yang membuat para penonton dan beberapa orang yang mengikuti dari belakang jadi kebingungan.

“Ngapain si Ares lewat jalan situ anjir?!” pekik Jordan dalam pantauannya.

Tapi Ares memfokuskan padangan, melihat mobil Niki yang seharusnya berbelok namun karena kerusakan ia pastinya akan langsung menabrak pembatas jalan dan terjun ke dalam jurang.

Ares menginjak pedal gas penuh dan menghentikannya tepat di depan mobil Niki yang kemudian—

BRAAAKKK!!

CKIIIIIIIITTTT!!!

Mobil Ares berputar hingga menabrak tiang lampu lalu berhenti dan mobil Niki tidak meluncur ke dalam jurang, begitu juga dengan sang penumpang yang terdiam linglung di dalam mobilnya setelah menabrak mobil Ares yang ringsek di bagian samping.

Seketika jalanan menjadi sangat ramai akan kedatangan teman-teman satu sama lain yang begitu kaget juga khawatir dengan keadaan Niki dan Ares.

“LO KENAPA BAHAYAIN DIRI SENDIRI SIH GOBLOK!!?”

Ares tersentak kaget saat Jordan mengamuk di hadapannya.

Tadinya Ares sedang sibuk mencari Niki di tengah keramaian orang.

“Jo, Niki—”

“Jangan cari orang lain dulu, lo liat ini kepala lo berdarah, pipi lo kena pecahan kaca, tangan lo kenapa diem aja ini, patah?!”

“Akh! Jo!!” Ares terkejut saat lengan kanannya dipencet Jordan yang memang iya, ya jelas-jelas sakit masih dipencet segala.

“Kalo tadi mobil lo terjun ke jurang karena ditabrak gimana, bloon?!” tanya Jordan sambil meraih handuk untuk kemudian dia buat basuh darah yang mengalir di luka kepala Ares.

“Ya jatuh, mau gimana lagi,” ujar Ares.

“Akh-shh, aduuh! Jordan!” amuk Ares saat Jordan menekan lukanya.

Tapi yang dipukul bahunya hanya mendengus dan diam sambil membasuh luka Ares.

Sejenak mereka bersitatap, sampai Jordan buang muka dan Ares tersenyum kecil.

Mengingat semuanya, terutama Jordan yang turut berubah oleh karena semua perbuatan Ares disaat itu, Ares senang semuanya bisa diputar kembali.

Tapi Ares belum melihat Niki, ia ingin memastikan anak itu baik-baik saja.

“Kak Ares.”

Keduanya berbalik kemudian, mendengar suara itu, juga eksistensi Niki yang berjalan dibantu oleh Tahel.

“Niki? kamu nggak apa-apa, ‘kan?”

“Kaki kamu luka parah nggak ini, kenapa nggak ada yang panggil ambulance, Jo— ”

“Aku baik-baik aja, Kak Ares.” Ujar Niki berikut senyum tulusnya.

Di tengah kebingungan Jordan akan sikap dan gaya bicara Ares yang mendadak aneh dan luar biasa tidak Ares sekali itu, justru Ares beranjak untuk memeluk Niki dengan satu lengan, yang mana jadi lebih mencengangkan lagi saat Niki membalas pelukan Ares.

Jordan sampai terpelongo bodoh saat melihat sahabat keras kepala nan luar biasa susah diaturnya itu menjadi sangat lembut dan terkesan sangat mengkhawatirkan Niki seperti ini.

Jordan merasa bodoh untuk sesaat.

“Syukurlah kamu nggak apa-apa,” kata Ares menepuk bahu Niki penuh kasih.

Niki mengangguk pun tersenyum, “berkat Kakak, kalau bukan karena Kakak yang menghalangi mobilku, aku pasti sudah terjun ke jurang dan nggak bisa aku bayangin gimana nasibku nantinya,” kata dia dengan penuh syukur.

“Thanks udah selamatin nyawa Niki, Kak Ares,” ujar Tahel, kembali bantu menyangga Niki.

Ares tersenyum lega penuh haru dan sedih di satu waktu, ia menangis tanpa ada yang tau alasannya apa, tumben sekali Alpha macam dirinya menangis karena mengkhawatirkan orang lain.

Jordan benar-benar dibuat tercengang, padahal ia tau kalau Ares sendiri yang menyabotase mobil Niki hanya karena ia tidak sudi kalah oleh seorang Omega.

“Kita cabut duluan ya, Kak, Niki harus dibawa ke Rumah Sakit,” pamit Tahel kemudian.

Ares mengangguk kemudian, pergilah dua orang itu, Ares kembali menghela lega napasnya hingga menunduk demi melepaskan segala ketegangan dan sesak di dadanya.

Ini adalah jalan yang terbaik, setidaknya Niki masih hidup dan akan segera sembuh begitu ia diobati oleh Dokter.

“Gue bingung banget ini, ada apa sih?” Jordan kembali bersuara, Ares jadi kikuk hendak menjawab tapi dia tak punya alasan yang sekiranya akan cukup meyakinkan.

“Bukannya ‘lo ya yang sabotase mobil Niki? terus kenapa lo juga yang gagalin rencana lo sendiri, dan lagi, ada apa sama sikap lo? kenapa lo jadi lembut gini? lo bahkan nangis, Res, lo kemasukan Jeng Yah apa gimana kok jadi anggun gini sih?!”

Ares termangu bodoh mendapatkan rentetan beban pikiran Jordan yang buatnya mundur, hendak melarikan diri sebab Jordan mengomel sambil belakangi dirinya.

Mundur sibuk mundur, Ares tersandung lalu—hap!

“Huh?”

Tubuh Ares di tangkap oleh seseorang, yang lantas buat Ares memutar tubuhnya setelah kembali tegak berdiri.

“Kalau jalan itu hati-hati, hampir jatuh ‘kan jadinya, kenapa lo mundur kaya gitu?”

Alangkah sedih dan kacaunya hati Ares saat orang itu ternyata adalah Marco.

Kenapa dia bisa ada disini? padahal saat itu, saat Niki kecelakaan tidak ada Marco yang menyaksikan balapan.

Tangan kanan Ares sakit dan diam kaku menekuk di depan perutnya, disusul naik tangan kiri, kini buatnya tampak seperti tengah memeluk diri.

“Ayo pergi ke Rumah Sakit.”

“Tapi kenalin dulu, gue Marco, Kakaknya Niki.”

Tangan Ares diam tak balas jabat uluran tangan Marco.

Ares menutup matanya menghayati pedih dalam dada yang menusuk hingga relung hati dan jiwa.

Tidak lagi ada cinta di antara mereka.

Marco nampak bingung, tapi saat ia lihat posisi lengan kanan Ares nampak aneh, barulah ia sadar.

“Tangan lo cidera ya?”

“Maaf, ayo ikut gue ke Rumah Sakit.”

Ares membuka matanya, balas tatapan Marco nan khawatir tertuju padanya.

Tuhan, Ares bahkan masih bisa mengingat setiap teriakan Marco ketika Ares kehilangan nyawanya bersama bayi mereka.

“Hey.”

Ares tersentak kecil saat Marco menjentikan jarinya di depan wajah Ares yang terbengong.

“Maaf…” kata Ares yang buat Marco jadi bingung.

“Kenapa minta maaf?” tanyanya.

Walau berat nan berisiko, Ares akan tetap menjadikan semuanya lurus sebaik-baiknya, ia akan mengakui kejahatannya.

“Kecelakaan ini, karena mobil Niki— ”

“Ahh itu, Niki salah bawa mobil, mobil yang ini remnya blong selepas dipakai balapan terakhir oleh temennya, nah, kebetulan belum selesai di perbaiki, jadi, begitulah, kenapa malah lo yang minta maaf? ini semua murni kekeliruan anak buah kami yang nggak tanggap soal siapkan mobil untuk Niki.”

Penjelasan Marco membuat Ares luar biasa kaget hingga termangu linglung karena ternyata.... alasan kecelakaan Niki bukan lagi disebabkan oleh sabotase Ares.

“Hey.” Kali kedua Marco membuat Ares tersentak oleh jentik jemarinya dan melepas kekehan kemudian.

“Lo melamun terus, mungkin lo shock karena kecelakaan tadi, Ares.”

Jantung Ares seketika berdebar kencang seperti genderang perang dipalu keras dengan kekuatan seribu titan yang membuatnya terpaku membisu menatap Marco penuh dengan sorot sedih, rindu dan cinta yang hanya Ares sendiri yang mengingat segalanya.

“Nama lo Ares, ‘kan?”

Tidak.

Kenyataannya, bukan hanya Ares yang berdebar, tapi juga Marco.

Ares tidak tau saat ini Marco sedang menahan diri untuk tidak memeluk erat-erat seseorang yang telah menyelamatkan nyawa satu-satunya Keluarga yang masih dimilikinya saat ini.

“Iya, Marco.”

Ares tidak tau seberapa inginnya Marco menjadi sangat impulsif demi bisa memiliki Alpha yang telah menawan hatinya lalu kini pula menjadi seorang yang begitu berjasa atas Takdir hidup Marco dan Adiknya.

“Ayo, kita ke Rumah Sakit.”

Marco meraih Ares, yang mereka sama-sama tidak tahu bahwa ada debar yang bersinkronisasi, ada detak yang berselaras dengan kecepatan dan dentum nan luar biasa.

“Terima kasih banyak, Ares, karena ‘lo Niki selamat dari kemungkinan terburuk kecelakaan yang bisa saja menewaskannya tadi. Karena lo, gue nggak kehilangan satu-satunya keluarga yang gue punya saat ini.”

Ares berhenti berjalan, tepat saat Marco menyuarakan rasa dalam hatinya kepada Ares yang begitu lekat diberinya tatapan penuh dengan rasa yang begitu tulus.

Bulan Sabit tepat di atas kepala, saat begitu banyak orang memperhatikan keduanya, tentu saja. Tapi Ares dan Marco hanya terlalu terpaku pada eksistensi satu sama lain.

“Akan gue lakukan apapun untuk ‘lo, Ares, sampai kapanpun.”

“Bahkan, lebih lama dari selamanya.”

Karena yang terhapus hanya sebatas sejak kematian Niki hingga akhir dari nyala jiwa Ares bersama anaknya.

Tidak dengan perasaan Marco yang sudah lebih dulu jatuh cinta pada Ares bahkan sejak Ares belum mengenal Niki.

Ares terlalu sibuk mengingat semua kenangan buruk hingga akhirnya ia melupakan fakta itu, yang kemudian menjadi awal baru bagi kisah Marco dan Ares yang seharusnya akan berjalan lebih baik, lebih indah dan bahagia.

‘Karena yang bahagia, seharusnya tidak akan pernah berakhir.’

Mengingat semuanya membuat Ares menjadi pribadi yang jauh lebih baik daripada dirinya yang arogan, egois dan ambisius. Pun, begitu pula dengan Marco, yang kini memulai asa asamaranya bersama seorang Alpha yang telah menawan atensi pula hatinya sejak saat pandangan pertama.

‘Terima kasih kembali, Marco.”

“Senang bertemu denganmu lagi, Ares.”

— TAMAT.

author note : terima kasih kepada kalian semua yang juga sudah mengikuti perjalanan Marco dan Ares sejak awal debut KARMA sampai akhirnya tamat dengan apa adanya disini.

semoga selalu bisa ditemukan poin-poin positive soal makna hidup dan lainnya, semoga yg buruk-buruk pun bisa membuat kita sebagai manusia jadi bisa lebih bijak dalam menentukan langkah demi mempertahankan kehidupan kita. selalu jadi manusia yg berhak bermimpi tinggi dan tetap rendah hati.

sekian untuk akhir dari KARMA SERIES ini, kalau ada salah dan kurang mohon dimaafkan ya, sama halnya seperti manusia biasa pada umumnya, aku pun penuh dengan riuh dan juga bisa keliru, maaf kalau nunggu updatenya super lama, demikian pada intinya, terima kasih banyak dan sampai ketemu di series heejay lainnya, kapan-kapan lagi! ❤

No responses yet