Hinandra
2 min readApr 7, 2024

Bunga tidur.

Mata Jay terbuka, begitu juga dengan seluruh kesadarannya yang seketika seperti serangan cahaya, begitu melihat tangan yang terjulur di depan matanya, lengan yang menjadi bantal kepalanya, seketika tubuh Jay membeku.

Semalam Heeseung datang sesuai dengan isi pesannya, bersama dengan tas ransel dengan baju ganti yang katanya mau langsung pergi menemani Jay ke lokasi Kejuaraan. Katanya lagi, Heeseung akan menjadi Wali Jay kalau diperlukan, Heeseung akan jadi Pelatih sekaligus asisten Jay, itu kata Heeseung sendiri loh.

Singkat kata dan cerita, mungkin sebab tubuh Jay bekerja dua kali lipat sebab salting brutal berada dalam situasi dimana dirinya merebah di sisi Heeseung, juga berada dalam dekapan sang Pelatih, mungkin karena debar jantungnya yang membuat Jay jadi perlahan-lahan sulit membuka mata.

Mereka cuma mengobrol soal pengalaman Heeseung saat Kejuaraan tahun lalu, mengenalkan Jay pada situasi dan apa-apa saja yang mungkin akan dilakukan esok, sampai akhirnya Jay berhasil tertidur, dalam pelukan Lee Heeseung.

“Selamat pagi, Jay.”

Mata Jay reflek kembali menutup, begitu tubuhnya tertarik menempel dengan dada Heeseung, juga lengan yang menjadi alas kepalanya meneluk, memeluk lehernya, plus satu lengan lainnya merengkuh pinggang Jay.

Haruskah semendekap ini?

Gimana kalau Heeseung bisa dengar bahkan lebih parahnya bisa merasakan detak jantung keras Jay?

Duh!

Padahal Heeseung menarik Jay sampai nempel gitu dengan maksud supaya Jay bisa merasakan detak jantungnya, debar jantung Heeseung yang seolah bisa lompat menembus rusuknya.

Hebatnya, bisa bersentuh dan menahan bilang cinta karena malu, belum lagi Jay insecure, dan Heeseung bingung, belum punya kalimat yang bagus untuk mengutarakan perasaannya.

“Selamat pagi, Kak Heeseung.”

Lirih suara Jay dibalas senyum tipis oleh Heeseung, hidung bangirnya mengusal di rambut lembut Jay yang wanginya berpadu dengan udara subuh.

“Siap untuk hari ini?”

“….” Jay diam.

Lalu telapak tangan Heeseung, perlahan-lahan, menepuk bahu Jay dengan lembut, “jangan takut, ‘kan kamu hebat,” kata Heeseung.

Tepukan lembut itu masih terus berlanjut, membuat Jay yang awalnya tegang sebab nervous itu perlahan menenang.

“Gimana…. gimana kalau saya gagal?”

“Kamu akan tetap jadi dirimu sendiri, kamu sudah keren sejak awal.”

“Gagal seharusnya membuat kamu lebih bersemangat untuk berhasil di kompetisi yang lain.”

Jay menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya panjang pelan-pelan sambil memejam dan meresapi rengkuhan Heeseung, menyandarkan seluruh resahnya pada sang Pelatih.

“Selamat pagi, semangat pagi, Sayang.”

Sederhana ataupun enggak, kalimat yang tersuarakan dengan teduh itu berhasil membuat Jay tenggelam tanpa berniat kembali ke permukaan, berserah pada arus perasaan yang membawanya merenangi asa bisa menyatu rasa dengan pemuda yang sedang merengkuhnya, erat, melindunginya dari resah, sekali lagi, entah bagaimana nantinya, yang penting sekarang Jay lega.

— to be continue.

No responses yet