Hinandra
3 min readApr 25, 2024

Baikan.

“Gimana kalo Ayah marah sama Papi Kala kalo kita bilang Papi Kala yang bantuin kita dapetin obat itu?”

Ian noleh setelah ngeletakin helm nya di motor, natap sejenak raut ketar-ketir Aan yang bikin dia gemes tapi sebenarnya dia juga takut kena omelan Ayah, lebih takut lagi sama yang diomongin Aan.

Bahaya kalo masalahnya malah jadi makin panjang sampai merembet ke Papi Kala, biar gimanapun ‘kan ini masalah rumah tangga mereka, seharusnya diselesaikan di rumah, tapi entahlah apa Ayah dan Bunda akan terima alasan Ian perihal kepepet.

Ian nepuk bahu Aan terus ngerangkul adik kembarnya itu masuk rumah.

“Kita temuin aja dulu mereka, yang penting dari semuanya ‘kan Ayah sama Bunda udah baikan.” Kata Ian.

“Kalo diamuk Ayah gimana?” tanya Aan.

“Biar Ian aja, ‘kan Ian yang ngide tanya saran ke Papi Kala,” kata Ian, sebagai Kakak meski cuma beda enam menit, Ian selalu punya rasa tanggungjawab terhadap Aan, begitu juga karena didikan Marco dan Ares selama ini.

“Terus Aan masa diem aja biarin Ian dimarah Ayah?”

Ian terkekeh dan ngusak rambut Aan, “seperti biasa, kalo Ian urus Ayah, Aan bujukin Bunda, kelemahan Ayah ‘kan cuma Bunda, Aan, jangan khawatir, kita bakal baik-baik aja kok,” katanya.

Aan terima dengan senang hati, menelan kegelisahannya dan mengubahnya jadi keberanian sebab Ayah dan Bunda sudah di depan mata.

“Duduk.” Kata Bunda.

“Udah makan belum?” tanya Ares kemudian, rautnya biasa, malah lembut-lembut saja seperti gak ada sedikitpun rasa marah.

“Sudah!” jawab tegas Ian dan Aan bersamaan.

“Eum… Yah,” Ian mulai bicara duluan waktu hening setelahnya.

“Gimana?” tanya Marco dengan posisi siap mendengarkan.

Melihat Ian yang kedua tangannya bertaut di pangkuan, keliatan sulungnya itu nervous, mungkin lagi memilah kata buat diutarakan ke orang tuanya.

“Pelan-pelan aja, Ryan,” kata Bunda Alpha.

“Pelan-pelan aja, Ian,” ujar Aan di sebelahnya, senyum manis semangatin Ian. Kenapa bukan Aan yang jawab? Aan suka belibet kalo ngomong sambil nervous.

“Waktu itu Ian liat Ayah sama Bunda bertengkar, sebelum yang kemarin, tapi cuma Ian yang tau, Aan belum, Ayah sama Bunda juga gak cerita apa-apa soal pertengkaran kalian itu, Ian ketakutan karena cuma Ian yang tau, sampai akhirnya kemarin kalian ribut besar, Ian akhirnya minta saran ke Papi Kala, nah, habis itu Bunda ngusir Ayah, rasanya udah bener-bener hopeless ini, gimana lagi caranya biar kalian gak pisah? akhirnya Ian inget saran Papi Kala, dan langsung coba ke Ayah Bunda.”

“Sama Aan juga!”

“Iya, sama Aan juga.”

Sejenak Marco sama Ares bertatapan, lalu Si kepala keluarga menghela nafas lega.

“Kalian dapet obat itu dari Papi Kala ‘kan berarti?”

Ian sama Aan kompak ngangguk.

“Tapi Ayah jangan marahin Papi Kala ya, Papi Kala udah bantuin kita berdua, nggak enak kalo kita yang ngerepotin Papi Kala tapi malah kena marah sama Ayah.” Kata Ian, terus disahuti Aan, “Iya Yah, bener!” gitu.

“Ryan, Rayyan…” panggil Ares kemudian.

“Iya, Bunda?” sahut si kembar bersamaan.

“Bunda sama Ayah nggak marah, asal kalian dapet obat itu dari Papi Kala, bukan dengan cara curang, mengingat kalian masih di bawah umur, orang bisa curiga kalo kalian beli sendiri obat kaya gitu,” katanya.

“Kami minta maaf, Bunda, Ayah.” Ujar Ian dengan nada menyesal.

Ares bangkit untuk kemudian duduk di tengah-tengah si kembar, merangkul mereka dan cium pipinya bergantian.

“Ayah dan Bunda juga minta maaf, karena egois kami ngga mikirin keadaan kalian, gegabah karena cuma mentingin diri sendiri, maafin Ayah, karena Ayah gak bisa ngatur keluarga ini dengan baik, sampai Ian dan Aan harus ngelakuin hal itu demi Ayah sama Bunda supaya gak pisah.” Jelas Marco membalas, membuat suasana jadi sedih.

“Ayah sama Bunda udah diskusi, sesuai arahan Ian dan Aan, kami bicara dengan tenang, Ayah dengerin Bunda, begitu juga sebaliknya, Bunda udah maafin Ayah, begitu juga sebaliknya, sekarang kalian, maafin Ayah dan Bunda ya, Sayang?” imbuh Ares seraya menatap Ian dan Aan bergantian.

Ian dan Aan yang akhirnya gagal mempertahankan kekuatan, lelahnya pecah jadi tangis, memeluk Ares erat-erat sampai Bunda Alpha sesak dalam haru.

“Ian sayang Bunda sama Ayah.”

“Aan juga….”

“Ayah Bunda juga sayang Kalian.”

“Jangan berantem lagi ya…”

“Jangan pisah, Ayah, Bunda.”

Dan, akhirnya Ian dan Aan berhasil mendamaikan Ayah Komar dan Bunda Alpha, kembali berkumpul, saling mendengarkan, saling memaafkan.

[ end ]

demonycal property.

No responses yet