Hinandra
5 min readAug 22, 2023

abryan-jefarhan; halai balai nabastala, patah asa.

ketika bunda bilang bahwa adam yang sama dengan adam yang menyatakan dirinya sebagai teman abryan telah membeli jefarhan dengan harga yang lebih mahal dari yang abryan sanggupi, jangan kira jefarhan jatuh dramatis lalu menangis.

saking bodohnya dunia ini, jefarhan malah terkekeh dan menolak heran, memang kapan semesta gak segabut ini untuk mengabstraksi takdir manusia? terutama benang kusut kehidupan jefarhan, yang sudah jelas kacau, dibuatnya kian berantakan.

wah, tentu saja.

apa lagi yang bisa diharapkan dari jagat raya yang gak pernah menyayanginya?

“kamu nggak senang bisa dibeli lebih mahal?”

dan jefarhan benar-benar ingin tertawa keras di depan wajah angkuh adam, yang membelinya untuk entah alasan apa, tentunya gak seperti betapa tegasnya abryan yang lebih dulu menyimpan perasaan untuknya, gak segan menyerahkan seluruh hidupnya untuk jefarhan.

“kamu maunya apa?”

adam naikan satu alis, “kamu, tentunya,” katanya.

entah sejak kapan juga bahasanya berubah, sok manis, sok ganteng, sok berwibawa, maaf saja, impresi pertama jefarhan untuk adam gak seolek namanya, dia aneh.

“ya sudah,” ujar jefarhan, dengan wajah tanpa ekspresi, perih masih bisa terasa dari pergelangan tangan yang lecet akibat tarikan dan cekalan anak buah bunda saat tadi membawanya pergi.

“kamu seharusnya bersyukur, ada laki-laki yang menyukai kamu dan mengorbankan banyak hal untukmu, biru.” jelas ini suara arogan bunda.

adam tersenyum, seakan-akan baru saja diumumkan memenangkan sebuah perlombaan dan memenangkan sebuah boneka cantik yang diinginkan jutaan manusia di muka bumi ini.

walau terlihat beruntung, amat sangat miris mengingat pria sejati mana mungkin bermain dengan boneka.

atau barangkali memang adam bukan laki-laki sejati.

buktinya saja, dia berkhianat dari sahabatnya sendiri.

lagaknya sudah seperti rahwana yang menculik dewi sita dari sang rama.

namun walau sedikit, jefarhan tetap berharap abryan akan datang walau di detik-detik terakhir sekalipun, gak perlu setara dengan pahlawan di dunia khayal, datang saja sebagai abryan jefarhan dan segenap hitam-putihnya, sabiru jefarhan tengah kelabu, maka kini ia harapkan badai itu datang, mengamuk dan menghancurkan ketidakberdayaan, merayakan asa yang patah dan hancur berantakan.

kemudian cinta akan menyembuhkan, menyinari nabastala asa mereka dengan warna-warni pelangi ceria.

“ternyata bener ‘kan, kamu gak benar-benar mencintai abryan, kamu gak pernah milih dia, kamu gak punya pilihan, karena kenyataannya kamu dibeli sama dia, bukan jatuh cinta.”

nan kosong pandangan jefarhan, jatuh pada sorot penuh arogansi milik adam, “begitu ya menurutmu?” tanyanya.

“kalau begitu, sama aja dengan kita, kalau kamu berhasil membayar aku lebih mahal, kamu kira aku punya pilihan? nggak, adam, aku cuma boneka yang diberi nyawa oleh Tuhan tapi tetap aja yang menggerakkan seluruh takdirku adalah bunda.”

jefarhan justru mengulas senyum, cantik sekali hingga adam kembali terpukau, walau sejatinya senyum itu membalut jutaan rajam panas nestapa.

“menurut mu, mungkin cinta bisa aja seharga 15 miliar, tapi menurutku, cinta justru gak pernah seberarti abryan jagatnata, kamu tau kenapa?”

adam jelas nampak emosi, kepalan tangannya mengerat, tatap kesal pada sepasang aksa jefarhan yang berbinar kala sebut nama abryan.

“sebelum aku dibelinya, dia sudah lebih dulu punya cinta, setelah aku dibelinya, dia ajarkan aku jatuh cinta, camkan itu, bukan kamu, tapi dia.”

PLAK!

tamparan keras mendarat di wajah jefarhan, dari telapak tangan wanita yang melahirkan dirinya, dengan tatapan penuh amarah menghukum lisan sang putra, “jaga bicara mu, sabiru! bunda ngga pernah mengajari kamu bicara omong kosong! apa itu cinta, hah?! jangan berlagak kamu, anak ngga tau diuntung!” amuknya keras tepat di depan mata adam yang terpaku, bingung harus bagaimana.

sementara jefarhan terdiam, tatapannya kosong, matanya basah, air mata mengalir balut wajahnya yang pedih berjejak merah sebentuk telapak tangan bekas tamparan sang bunda.

“maafin sabiru ya, mas adam, dia memang suka ngelantur kalau bicara, jangan dimasukan ke hati, seminggu dua minggu dia pasti bisa beradaptasi,” ujar bunda seketika melembut kala bicara dengan adam.

dan hiraukan jefarhan yang tersesat dalam labirin pikirannya.

suara-suara jahat kini berputar-putar di sekelilingnya, buat kepalanya terasa dicekik tangan-tangan gak kasat mata yang membuatnya mual, sekujur tubuh jefarhan terasa dingin, telapak tangannya bergetar hebat, wajahnya terdiam dengan pandangan kosong.

yang buat adam mulai takut, kala wajah merah jefarhan gak berselip kedipan mata, hanya diam dengan mata yang terbuka seperti sebuah patung bernapas dan menangis.

“je-jefarhan…” tangan adam terulur hendak meraih bahu jefarhan.

namun saat bunda hendak kembali bersuara…,

“JEFARHAN!” teriakan lantang milik abryan terdengar, disusul eksistensi empunya.

“abryan…” / “mas ryan…”

gumam adam dan bunda jefarhan secara bersamaan.

dan detik berikutnya, abryan benar-benar sudah berdiri dekat dengan mereka, melirik jefarhan yang terduduk diam terpaku seperti patung kayu.

“bu, saya sudah melakukan semua yang ada di kesepakatan! seluruh uang sudah saya kirimkan bahkan sebelum kami menikah, tapi apa ini?!”

“mas ryan, maaf saja ya, saya hanya menerima yang mana yang lebih menguntungkan, kalau kebetulan mas adam bisa memberikan saya lebih banyak itu tandanya sabiru akan lebih terjamin jika bersama dengannya.”

kilat mata abryan jatuh pada adam yang berdiri di depan jefarhan, menyentuh wajah jefarhan yang basah seraya menghapus air matanya dan berbisik berusaha menyadarkan jefarhan.

“wanita iblis, jahanam!” rutuk abryan.

“persetan soal dosa! anda sangat menjijikan, kelakuan anda sangat menyedihkan, bagaimana bisa ada seorang ibu sekeji anda, mana pernah anda peduli dengan keadaan jefarhan tapi bertindak diluar batas, anda benar-benar sudah gila!”

“saya—”

“dan, ‘lo!”

BUAGH! “jauhin tangan lo dari milik gue, bangsat!” amuk abryan setelah menendang adam dengan gesit, menarik jefarhan yang gak siap lantas terhuyung jatuh ke dalam pelukannya.

“brengsek!” teriak adam.

“lo yang brengsek, temen macam apa lo nusuk temen sendiri, bajingan!”

“cukup!” bentak bundanya jefarhan.

“APANYA YANG CUKUP!?” bentak balik abryan dengan begitu keras hingga urat-urat menyembul di lehernya.

“KALIAN SEMUA SAMA AJA, BRENGSEK!” hardik abryan pada adam dan bundanya jefarhan.

tanpa sadar suara keras abryan membuat jefarhan kembali dari tersesat dalam pikirannya.

begitu melihat siapa yang sedang menaungi dirinya, jefarhan segera menutup mata, menghayati sakit kepala hebat yang menderanya.

untuk apapun yang akan terjadi, jefarhan serahkan hidup dan matinya kepada pria yang kini sedang erat memeluknya.

“KEMBALIKAN, SABIRU PADA SAYA!” seru bunda keras.

“Gue udah beli dia lebih mahal, dia udah jadi hak milik gue, kita—”

“PERSETAN, SIALAN! Gue udah tanda tangan kepemilikan lebih dulu, anjing lo!” rutuk abryan pada adam.

dan merasakan tubuh jefarhan melemas dalam peluknya, abryan gak bisa buang-buang waktu untuk lebih lama bertukar sambatan dengan dua racun dunia di depannya itu.

“15 miliar bukan apa-apa buat gue asal untuk jefarhan, dam, tapi ini bukan soal uang, ini soal perasaan, dan lo yang beraninya cuma jadi pengecut dan perebut mana tau soal cinta dan kasih sayang, tolol!” ujar abryan pada adam yang hendak maju, namun urung saat tiba-tiba datang sepuluh bodyguard lantas berdiri mengawal abryan.

seketika itu bundanya jefarhan mundur, berdiri selangkah di belakang adam yang cuma bisa kepalkan tangan.

seringai abryan terbit untuk kali ini ia akan merayakan arogansi dan keangkuhannya, ia akan membiarkan dirinya menjadi amat sangat sombong dan meraja untuk menundukkan dua sampah dunia di depannya.

“100 miliar untuk sabiru jefarhan.”

“kalau niat lo sekalian mau menunjukkan bahwa pemenangnya dialah yang bisa lebih mahal membayar hasrat duniawi wanita terkutuk itu,” ujar abryan menunjuk wajah terbengong bundanya jefarhan, adam diam dengan bahu merosot lesu, “gue kasih tunjuk siapa pemenangnya, adam,” imbuhnya.

abryan bawa tubuh jefarhan ke dalam gendongan.

“lihat, siapa penguasa disini, mulai sekarang lebih baik ‘lo hati-hati.”

“dan, sekali sabiru jefarhan menjadi milik abryan jagatnata, maka itu berarti juga selamanya.”

—to be continue.

©hinan

No responses yet